Rabu, 24 Agustus 2011

RBg

REGLEMEN ACARA HUKUM UNTUK DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA.
(REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN BUITEN JAVA EN
MADURA. (RBg.)
(S. 1927-227.)
Anotasi:
Dalam reglemen ini hanya dimuat hal-hal yang masih dianggap perlu untuk keadaan sekarang
dengan penyesuaian seperlunya.
Hanya Titel IV s/d. Titel V.
TITEL IV. Cara Mengadili perkara perdata Yang Dalam Tingkat pertama
Menjadi Wewenang pengadilan Negeri.
Bagian 1. pemeriksaan Di Sidang pengadilan.
Pasal 142
(1) Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri
dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan
tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh
kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum
tempat tinggal tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang
sebenarnya.
(2) Dalam hal ada beberapa tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam wilayah satu
pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berada di wilayah
salah satu di antara para tergugat, menurut pilihan penggugat. Dalam hal para tergugat
berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada
ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat RO.) gugatan diajukan kepada ketua
pengadilan negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok (debitur pokok) atau seorang diantara
para debitur pokok.
(3) Bila tempat tinggal tergugat tidak dikenal, dan juga tempat kediaman yang sebenarnya tidak
dikenal atau maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat tinggal salah satu
dari para penggugat.
(4) jika telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, maka penggugat dapat memajukan
gugatannya kepada ketua pengadilan negeri di tempat pilihan itu.
(5) Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri
di wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu terletak di dalam wilayah beberapa
pengadilan negeri gugatan itu diajukan kepada salah satu ketua pengadilan negeri tersebut atas
pilihan penggugat. (IR. 119.)
Pasal 143
Ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberikan nasihat atau bantuan kepada penggugat atau
kuasanya dalam mengajukan gugatan. (IR. 119.)
Pasal 143b
(s.d.t. dg. S. 1935-102.)
(1) Bila perkara yang diajukan (ke pengadilan) berkenaan dengan perkara yang telah diputus oleh
hakim desa, penggugat memberitahukan isi dari keputusan tersebut pada surat gugatannya; bila
mungkin, salinan keputusannya itu dilampirkan.
(2) Ketua pengadilan dan begitu pula jaksa seperti yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 144
memperingatkan penggugat pada waktu atau sesudah menerima gugatan dan pada permulaan
sidang akan kewajibannya seperti yang dimaksudkan pada ayat (1). (RO. 3a; IR. 120a; RBg. 161a).
Pasal 144
(1) Bila penggugat tidak dapat menulis, maka ia dapat mengajukan gugatannya secara lisan kepada
ketua pengadilan negeri yang membuat cacatan atau memerintahkan untuk membuat catatan
gugatan itu. Seorang kuasa tidak dapat mengajukan gugatan secara lisan. (IR. 20.)
(2) Bila penggugat bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah hukum magistrat (kejaksaan) di
tempat kedudukan suatu pengadilan negeri atau ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu,
maka gugatan lisan terebut dapat diajukan kepada magistrat di tempat tinggal atau tempat
kediaman penggugat, yang kemudian membuat catatan tentang gugatan lisan tersebut dan secepat
mungkin menyampaikan catatan itu kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
(3) Ketua pengadilan negeri itu selanjutnya bertindak seperti bila gugatan itu diajukan kepadanya
sendiri.
Pasal 145
(1) Setelah gugatan atau catatan gugatan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang telah disediakan
untuk itu, maka ketua pengadilan negeri menetapkan hari dan jam perkara itu akan disidangkan dan
memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap, disertai saksi-saksi yang mereka
inginkan agar untuk didengar serta membawa surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan.
(2) pada waktu dilakukan panggilan kepada tergugat, maka kepadanya juga disainpaikan tunman surat
gugatnya dengan diberitahukan pula kepadanya bahwa ia, bila menghendakinya, dapat
mengajukan jawaban tertulis.
(3) Tentang penetapan seperti tersebut dalam ayat (1) dibuat catatan di dalam daftar yang
bersangkutan serta di dalam surat gugatan asli.
(4) (s.d.t. dg. S. 1927-576.) pencatatan di dalam daftar -perti tersebut dalam ayat (1) tidak dilakukan
sebelum kepada panitera dibayarkan sejumlah uang sebagai uang muka yang akan diperhitungkan
kemudian dan oleh ketua pengadilan negeri dibuat anggaran sementara mengenai biaya
kepaniteraan, panggilan-panggilan dan pemberitahuan kepada para pihak serta meterai-meterai
yang diperlukan. (IR. 121.)
Pasal 146.
Dalam menetapkan hari sidang, maka ketua pengadilan negeri memperhatikan jarak antara tempat
tinggal atau tempat kediaman para pihak dan tempat persidangan, dan di dalam surat penetapan itu juga
ditentukan, bahwa antara hari panggilan dan hari sidang tidak diperbolehkan melampaui tiga hari kerja,
kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. (IR. 122.)
Pasal 147.
(1) (s.d.t. dg. S. 1932-13.) para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang yang secara khusus
dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa hadir sendiri. penggugat dapat
memberi kuasa yang dinyatakan pada surat gugatan yang diajukan dan ditandatangani olehnya
seperti dimaksud dalam ayat I pasal 142 atau sesuai dengan ayat 1 pasal 144 jika diajukan dengan
lisan, dalam hal yang terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut.
(2) Jaksa yang bertindak sebagai wakil negara tidak perlu dilengkapi dengan surat kuasa khusus
semacam itu. (RBg. 199; S. 1922-522.)
(3) Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta notaris, atau
dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam wilayah tempat tinggal atau
tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat
tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang
akan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46.
(4) pengadilan negeri berwenang untuk memerintahkan kehadiran para pihak pribadi yang di sidang
diwakili oleh kuasanya. Ketentuan ini tidak berlaku bagi gubemur jenderal. (IR. 123.)
Pasal 148.
Bila penggugat yang telah dipanggil dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan juga tidak
menyuruh orang mewakilinya, maka gugatannya dinyatakan gugur dan penggugat dihukum untuk
membayar biayanya, dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan gugatan lagi setelah melunasi
biaya tersebut. (Rv. 77; IR. 124.)
Pasal 149.
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil dengan
sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya
(verstek) kecuali bila temyata menurut pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai
dasar hukum atau tidak beralasan.
(2) Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan sanggahan
tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir
dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya
jika sanggahan itu tidak dibenarkan, mengainbil keputusan tentang pokok perkaranya.
(3) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah ketua
pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan sekaligus
diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu serta dengan cara seperti
ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan negeri yang sama.
(4) Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengaduan negeri tersebut dibubuhkan catatan
tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan tersebut dan apa yang telah
dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan. (IR. 125.)
Pasal 150.
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu, sebelum mengambil sesuatu
keputusan, maka ketua pengaduan negeri dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang
tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak
yang hadir penentuan hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (IR. 126.)
Pasal 151.
Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap dan tidak ada
yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampal suatu hari yang ditetapkan sedekat
mungkin. penundaan itu di dalam sidang itu diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan
pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan, sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir
diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan
keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan. (RBg. 1925;
Rv. 8i, IR. 127.)
Pasal 152.
(1) putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dilaksanakan sebelum lewat
empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam pasal 149.
(2) Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum tenggang
waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan maupun atas
perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan tertulis ataupun lisan
dari penggugat. (Rv. 82; IR. 128.)
Pasal 153.
(1) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat menerima putusan itu dapat
mengajukan perlawanan.
(2) Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri, maka
perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah pemberitahuan itu.
Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka
perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal
207, atau, bila ia tidak datang menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan
sepatutnya, terhitung sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam
pasal 208 dilaksanakan. (Rv. 83.)
(3) (s.d.t. dg. S. 1939-715.) pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk memperpanjang
menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat di muka.
(4) Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku untuk gugatangugatan
perdata biasa.
(5) Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputusan-keputusan,
kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan meskipun ada perlawanan.
(6) Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan tuntutan
perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. (IR. 129.)
Pasal 154.
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri
dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya.
(2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak
dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta
dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.
(3) Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding.
(4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa,
maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.)
Pasal 155.
(1) Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai penyelesaian damai (hal itu dicatat
dalam benta acara persidangan), maka surat-surat yang dikemukakan oleh para pihak dibacakan,
dan bila salah satu pihak tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh
seorang juru bahasa yang telah ditunjuk oleh ketua sidang.
(2) Kemudian, sejauh yang diperlukan, dengan bantuan juru bahasa tersebut dilanjutkan dengan
mendengar keterangan-keterangan penggugat dan tergugat.
(3) Kecuali jika juru bahasa itu sudah merupakan juru bahasa pengadilan yang resmi, maka ia
disumpah oleh ketua bahwa ia akan secara cermat menyalin bahasa yang satu ke bahasa yang
lain.
(4) Ayat 4 pasal 191 (baca: 18 1) berlaku pula bagi para juru bahasa. (IR. 13 1.)
Pasal 156.
Ketua berwenang demi kelancaran pemeriksaan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak serta
mengingatkan mereka tentang upaya-upaya hukum serta alat-alat bukti apa yang dapat mereka
pergunakan. (IR. 132.)
Pasal 167.
(1) Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan bank dalam segala hal, kecuali: (Rv. 244.)
10. bila penggugat dalam konvensi bertindak dalam suatu kedudukan, sedangkan gugatan balik
mengenai diri pribadinya dan sebaliknya; (KUHperd. 383, 452, 1655 dst.)
20. bila pengadilan negeri yang menangani gugatan asalnya tidak berwenang mengadili persoalan
yang menadi inti gugatan balik yang bersangkutan; (ISR. 136; RO. 95; RBg. 45.)
30. tentang perselisihan mengenai pelaksanaan suatu keputusan hakim.
(2) Jika dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak dimungkinkan dalam
tingkat banding. (IR. 132a.)
Pasal 158.
(1) Tergugat dalam gugatan-asal wajib mengajukan gugatan-baliknya bersama-sama dengan
jawabannya yang tertulis atau lisan. (Rv. 245.)
(2) Peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku untuk gugatan-balik.
(3) Kedua perkara diperiksa bersama-sama dan diputus dengan satu keputusan, kecuali bila hakim
memandang perlu untuk memutus perkara yang satu lebih dahulu daripada yang lain dengan
ketentuan bahwa gugatan-asal atau gugatan balik yang belum diputus harus diselesaikan oleh
hakim yang sama.
(4) Diperbolehkan pemeriksaan tingkat banding bila tuntutan dalam gugatan asal ditambah dengan nilai
gugatan balik melebihi wewenang hakim untuk memutus dalam tingkat akhir.
(5) Akan tetapi jika kedua perkara dipisah dan diputus sendiri-sendiri, maka harus diikuti ketentuanketentuan
biasa mengenai pemeriksaan banding. (IR. 132b.)
Pasal 159.
Tergugat yang dipanggil dan menghadap ke suatu pengadilan negeri yang menurut ketentuan pasal 142
tidak perlu menghadirinya, dapat menuntut agar hakim menyatakan dirinya tidak berwenang, asal hal itu
dilakukannya segera pada sidang pertama; tuntutan itu tidak akan diperhatikan setelah tergugat
mengajukan suatu pembelaan lain. (Rv. 131; IR. 133.)
Pasal 160.
Tetapi dalam hal sengketa yang bersangkutan mengenai persoalan yang tidak menjadi wewenang
mutlak pengadilan negeri, maka dalam taraf pemeriksaan mana pun kepada hakim dapat diadakan
tuntutan untuk menyatakan dirinya tidak berwenang, bahkan hakim berkewajiban menyatakan hal itu
karena jabatan. (Rv. 132; IR. 134.)
Pasal 161
Bila tidak dikemukakan soal ketidakwenangan hakim atau hal itu dikemukakan tetapi dinyatakan tidak
mempunyai dasar, maka pengadilan negeri setelah mendengar keterangan kedua belah pihak,
melanjutkan penyelidikan mengenai kebenaran gugatan serta pembelaannya secara cermat dan tidak
memihak. (IR. 135.)
Pasal 161a.
(s.d.t. dg. S. 1935-102 3.)
(1) Bila perkara yang diajukan berkenaan dengan perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan desa,
ketua pengadilan harus memperhatikan putusan itu, teristimewa mengenai alasan-alasan yang
digunakan.
(2) Bila perkara itu berkenaan dengan hal yang tidak diberikan putusan oleh pengadilan desa, akan
tetapi pengadilan menganggap perlu adanya putusan terlebih dahulu dari pengadilan desa, maka
hal ini diberitahukan kepada penggugat dengan menyerahkan suatu bukti tertulis, dan sidang
perkara ditunda sampai pada sidang berikutnya yang ditetapkan karena jabatan oleh ketua
pengadilan.
(3) Bila setelah pengadilan desa kemudian memberi putusan mengenai perkara itu dan penggugat
menghendaki sidang perkara tetap dilanjutkan, maka putusan pengadilan desa itu harus
diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri, lebih baik dengan menyerahkan salinan dari
putusan pengadilan desa tersebut, di mana setelah itu pengadilan melanjutkan sidangnya
mengenai perkara tersebut.
(4) Bila pengadilan desa dalam waktu dua bulan setelah penggugat menyerahkan perkara kepadanya,
belum juga mengadakan putusan, maka pengadilan negeri atas permohonan yang diajukan oleh
penggugat, mulai kembali mengadakan sidang perkara tersebut.
(5) Bila penggugat tidak dapat meyakinkan hakim tentang penolakan oleh pengadilan desa untuk
mengadakan putusan secara memuaskan, ketua pengadilan negeri dalam jabatannya akan
memastikan hal itu.
(6) Bila temyata penggugat yang berkepentingan tidak mengajukan perkaranya kepada pengadilan
desa, maka gugatannya dianggap telah gugur. (RO. 3a; IR. 135a; RBg. 143a.)
Pasal 162.
Sanggahan-sanggahan yang dikemukakan oleh pihak tergugat, terkecuali yang mengenai wewenang
hakim, tidak boleh dikemukakan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri secara terpisah melainkan harus
dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkaranya. (IR. 136.)
Pasal 163.
para pihak diperbolehkan saling meminta untuk melihat surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan
yang untuk keperluan itu disampaikan kepada hakim. (IR. 137.)
Pasal 164
(1) Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu surat bukti yang diajukan oleh lawannya, maka
pengadilan negeri dapat mengadakan penyelidikan tentang hal itu dan kemudian menentukan
apakah surat itu boleh atau tidak untuk dipergunakan dalam perkara itu,
(2) Jikalau ternyata dalam penyelidikan itu perlu untuk dipergunakan suratsurat yang berada di bawab
penguasaan pejabat-pejabat penyimpan umum, maka pengadilan negeri memerintahkan agar
surat-surat itu ditunjukkan di sidang pengadilan yang ditentukan untuk itu.
(3) Jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat-surat itu baik karena sifatnya atau karena jauhnya
tempat tinggal pejabat penyimpan, maka pengadilan negeri memerintahkan agar penyelidikan
dilakukan di pengadilan negeri atau oleh jaksa di tempat tinggal pejabat penyimpan itu ataupun
agar surat-surat itu dalam jangka waktu yang ditetapkan dikirimkan dengan cara yang ditentukan
pula kepada ketua pengadilan negeri. pengadilan negeri tersebut terakhir itu atau jaksa membuat
berita acara tentang apa yang telah ditakukannya serta mengirimkannya kepada pengadilan negeri
tersebut pertama.
(4) pejabat penyimpimpan yang tanpa alasan yang sah enggan untuk melaksanakan perintah agar
memperlihatkan atau mengirimkan surat yang diperlukan itu, atas permohonan pihak yang
berkepentingan dapat dipaksa dengan penyanderaan oleh pengadilan negeri yang melakukan
pemeriksaan atau oleh jaksa yang ditugaskan untuk melakukan hal itu.
(5) Jika surat itu tidak merupakan bagian suatu daftar, maka pejabat penyimpan sebelum
menyampaikan atau mengirimkannya membuat turunan dari surat itu untuk menggantikan surat itu
sampai surat yang asli diterimanya kembali. Dibagian bawah turunan surat itu diberikan catatan
mengenai alasan yang menyebabkan dibuatnya turunan itu dan juga mencatatnya pada grosse dan
turunannya.
(6) Biaya ditanggung oleh pihak yang meminta surat tersebut ditunjukkan dan dibayarkan kepada
pejabat penyimpan sebesar jumlah yang dianggarkan oleh ketua pengadilan negeri yang memutus
perkaranya.
(7) Jikalau penyelidikan mengenai kebenaran surat yang bersangkutan menimbulkan dugaan adanya
pemalsuan surat terhadap seseorang yang masih hidup, maka pengadilan negeri menyampaikan
surat-surat itu kepada pejabat penuntut umum.
(8) perkara yang ada pada pengadilan negeri yang bersangkutan dengan begitu, ditunda sampai
perkara pidananya diputus. (IR. 138.)
Pasal 165.
(1) Bila penggugat ingin menguatkan keabsahan gugatannya atau tergugat pembelaannya dengan
saksi-saksi, tetapi karena keengganan saksi-saksi itu atau karena sebab-sebab lain mereka tidak
dapat ikut menurut apa yang ditentukan dalam pasal 145, maka pengadilan negeri menetapkan hari
sidang lain untuk memeriksa perkara mereka, dan memerintahkan agar saksi-saksi yang tidak
dengan suka rela mau datang di hadapan sidang pengadilan, dipanggil oleh pejabat yang
berwenang.
(2) pemanggilan dengan cara seperti itu juga dilakukan terhadap saksi-saksi yang harus diperiksa oleh
pengadilan negeri karena jabatan. (IR. 139.)
Pasal 166
(1) Jikalau saksi yang telah dipanggil dengan cara itu masih juga tidak datang menghadap, maka oleh
pengadilan negeri ia dihukum membayar biaya panggilan yang sia-sia itu.
(2) Ia dipanggil lagi atas biayanya. (IR. 140.)
Pasal 167.
(1) Jikalau saksi yang telah dipanggil lagi tetap tidak mau datang menghadap, maka ia dihukum lagi
untuk membayar biaya pemanggilannya dan juga untuk mengganti kerugian yang telah diderita oleh
pihak-pihak yang disebabkan oleh ketidakhadirannya.
(2) Selanjutnya ketua dapat memerintahkan agar saksi yang tidak datang menghadap itu dibawa oleh
polisi ke sidang pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. (IR. 141.)
Pasal 168.
Bila dapat dibuktikan, bahwa saksi yang telah dipanggil tidak datang memenuhi panggilan itu yang
disebabkan oleh halangan-halangan yang sah, maka pengadilan negeri membebaskannya dari segala
hukuman yang telah dijatuhkan atas dirinya. (IR. 142.)
Pasal 169.
Bila ternyata, bahwa seorang saksi karena sakit atau karena cacat tubuh sama sekali tidak atau untuk
waktu yang lama tidak dapat hadir di sidang pengadilan negeri, maka ketua atas permohonan pihak
yang bersangkutan dan meniirut pengadilan negeri diperlukan kesaksiannya, dapat mengangkat seorang
komisaris dari antara para anggota sidang tersebut dan memerintahkannya agar dibantu oleh panitera
untuk datang di rumah saksi tersebut dan mendengamya tanpa disumpah atas pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang disusun oleh ketua dan membuat berita acara tentang pemeriksaan tersebut.
Pasal 170.
(1) Tak seorang pun dapat dipaksa untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata di hadapan
pengadilan negeri yang berkedudukan di luar afdeling, atau bila daerah itu tidak terbagi dalam
afdeling-afdeling, di luar wilayah tempat tinggal atau tempat kediamannya.
(2) Terhadap seorang saksi yang ada dalam keadaan semacam itu yang tidak datang memenuhi
panggilan, tidak boleh dijatuhkan hukuman, melainkan ketua pengadilan negeri, jikalau saksi
tersebut bertempat tinggal atau berdiam di luar Jawa dan Madura, meminta kepada jaksa di wilayah
tempat tinggal atau tempat kediaman saksi tersebut secara tertulis untuk mendengar saksi tersebut
di bawah sumpah. Dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka saksi diperiksa di
rumahnya.
(3) Jikalau afdeling dibagi dalam onderafdeling-onderafdeling dan saksi bertempat tinggal atau
bertempat kediaman di suatu onderafdeling yang lain dari tempat kedudukan pengadilan negeri,
maka pengadilan negeri, jika saksi terspbut tidak perlu untuk menghadap sendiri, dapat meminta
jaksa untuk melakukan hal seperti di atas.
(4) Jikalau saksi bertempat tinggal atau berdiam di Jawa atau Madura, maka pemeriksaan diserahkan
kepada pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman saksi.
(5) Berita acara pemeriksaan segera disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan dibacakan di
depan sidang pengadilan.
(6) permintaan atau perintah termaksud dalam pasal ini juga segera dapat dilakukan tanpa didahului
panggilan saksi. (RO. 33; IR. 143)
Pasal 171.
(1) Saksi-saksi yang telah datang menghadap, dipanggil satu per satu untuk masuk ruangan sidang.
(2) Ketua menanyakan mereka mengenai nama, pekerjaan, umur dan tempat tinggal atau tempat
kediamannya, begitu juga apakah mereka mempunyai hubungan kekeluargaan karena sedarah
atau karena perkawinan dengan para pihak atau salah satu pihak, dan jika ya, dalam derajat ke
berapa serta pula apakah mereka merupakan buruh atau pembantu rumah tangga mereka. (Rv.
177; IR. 144)
Pasal 172.
(1) Tidak boleh didengar sebagai saksi adalah mereka:
1
0
. yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedarah atau karena
perkawinan dengan salah satu pihak;
2
0
. saudara-saudara lelaki atau perempuan dari ibu dan anak-anak dari saudam perempuan di
daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjaang hukum waris di sana mengikuti
ketentuan-ketentuan Melayu;
3
0
. suami atau istri salah satu pihak, juga setelah mereka bercerai;
4
0
. anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun;
5
0
. orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya dengan baik.
(2) Namun keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai kedudukan para pihak
atau mengenai suatu perjanjian keria berwenang untuk menjadi saksi.
(3) Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang tersebut dalam nomor l
0
dan 2
0
pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat (2). (KUHperd. 1910, 1912;
IR. 145.)
Pasal 173.
Pengadilan negeri berwenang mendengar tanpa disumpah anak-anak yang tersebut dalam ayat (1)
pasal yang lalu dan juga orang-orang gila yang kadang kala dapat menggunakan ingatannya dengan
baik, tetapi keterangan mereka hanya berlaku sebagai penjelasan belaka. (IR. 1454.)
Pasal 174.
(1) mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : (KUHperd. 1909.)
10. saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan dari salah
satu pihak;
20. saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau perempuan
dari suami atau istri salah satu pihak;
30. mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi, diharuskan menyimpan rahasia
tetapi hanya dan semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan
kepadanya dalam kedudukannya tersebut.
(2) ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang bersangkutan dapat
dinilai oleh pengadilan negeri. (IR. 146.)
Pasal 175.
Bila tidak dimohon pembebamn diri untuk memberikan kesaksian atau jika ada permohonan tetapi
dinyatakan tidak beralasan, maka saksi disumpah menurut agama yang dianutnya. (KUHper.d- 1911;
Rv. 177 dst.; IR. 147.)
Pasal 176.
Jika di luar hal yang diatur dalam pasal 174 seorang saksi di depan sidang menolak mengangkat
sumpah atau menolak memberikan keterangan, maka atas permohonan pihak yang berkepentingan
ketua dapat memerintahkan agar saksi-saksi tersebut atas biaya pihak yang memohon disandera untuk
waktu selama tidak lebih dari tiga bulan, kecuali bila sementara itu sanggup memenuhi kewajibannya
atau perkaranya telah diputus oleh pengadilan negeri. (Rv. 186; IR. 148; S. 1920-69.)
Pasal 177.
Hukuman-hukuman yang dijatuhkan atas dasar pasal 166 dan 167 ayat (1), perintah seperti tersebut
pada pasal 167 ayat (2) dan ketetapan tersebut pada pasal 174 ayat terakhir harus dijatuhkan atau
diberikan oleh ketua pengadilan negeri jika mengenai saksi yang termasuk golongan orang-orang Eropa.
(IR. 149.)
Pasal 178.
(1) Pra pihak menyampaikan-pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka sampaikan kepada saksisaksi.
(2) Jika pengadilan negeri menganggap ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak itu tidak diajukan.
(3) Hakim atas kemauan sendiri dapat mengajukan pertanyan-pertanyaan yang dipandangnya perlu
(4) (Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang)
Pasal 179.
Panitera membuat berita acara tentang segala keterangan yang diperoleh dari saksi-saksi dihadapan
sidang pengadilan. (RV.209; IR. 152.)
Pasal 180.
(1) Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua orang komisaris
untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di tempat agar mendapat
tambahan keterangan.
(2) Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita acara atau
pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan panitera itu (IR. 153.)
(3) jika tempat yang akan diperiksa terletak di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri,
maka ketua dapat meminta jaksa di tempat tersebut mengadakan atau menyuruhh mengadakan
pemenksaan dan secepatnya mengirimkan berita acara tentang pemeriksaan tersebut kepada
ketua.
Pasal 181.
(1) Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan dengan pemeriksaan
oleh seorang ahli, maka ia atas permohonan para pihak dapat mengangkat ahli atau
mengangkatnya karena jabatan. (Rv. 215 dst)
(2) Dalam hal itu maka ditentukan hari sidang untuk memberi kesempatan kepada ahli tersebut untuk
memberikan laporannya baik secara tertulis maupun lisan dan untuk menyumpahnya.
(3) Jika ahli-ahli itu bertempat tinggal atau ber-diam di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan
negeri, maka atas permintaan ketua pengadilan negeri laporan diberikan oleh jaksa dan sumpah
diambil oleh jaksa yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman ahli tersebut.
Berita acaranya segera dikirimkan kepada ketua. Semuanya dibacakan di hadapan sidang
pengadilan.
(4) Mereka yang tidak diperbolehkan menjadi saksi juga tidak boleh diangkat sebagai ahli. (Rv. 218.)
(5) pengadilan negeri sekali-kali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang dikemukakan para ahli bila
keyakinannya bertentangan dengan pendapat itu. (IR. 154.)
Pasal 182.
(1) Bila dasar gugatan dan pembelaan yang diajukan tidak sepenuhnya dibuktikan atau juga tidak
sepenuhnya tanpa bukti dan tidak ada kemungkinan sama sekali untuk menguatkannya dengan
alat-alat bukti lain, maka karenajabatannya pengadilan negeri dapat memerintahkan salah satu
pihak untuk melakukan sumpah, baik untuk menggantungkan putusan perkaranya kepada sumpah
tersebut maupun untuk menentukan sejumlah uang yang akan dikabulkan.
(2) Dalam hal terakhir, maka pengadilan negeri harus menentukan berapa jumlah uang yang menjadi
tanggungan dalam sumpah itu. (KUHperd. 1940 dst.; IR, 155.)
Pasal 183.
(1) Juga bila sama sekali tidak ada bukti untuk menguatkan gugatan atau pembelaan, maka pihak yang
satu dapat menuntut agar lawannya melakukan sumpah penentuan, asal sumpah itu mengenai
suatu perbuatan yang secara pribadi telah dilakukan oleh pihak yang dibebani sumpah tersebut.
(2) Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua pihak, maka jika pihak yang
diminta bersumpah tetapi menyatakan keberatan dapat mengembalikan sumpah itu kepada pihak
lawannya untuk melakukannya sendiri.
(3) Barangsiapa diminta melakukan sumpah tetapi menolak dan juga tidak mengembalikannya kepada
pihak lawan, danjuga barangsiapa yang minta agar lawannya disumpah tetapi lawan itu
mengembalikan sumpah itu kepadanya namun ditolaknya, harus dinyatakan kalah.
(4) Sumpah tidak dapat dibebankan, dikembahkan atau diterima, kecuali oleh pihak itu sendiri atau
oleh orang yang khusus dikuasakan untuk itu. (KUHperd. 1929, 1931 dst.; IR. 156; Rv. 52.)
Pasal 184.
Sumpah, yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada lawannya atau yang
dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan, kecuali jika pengadilan negeri
berdasarkan alasan yang sangat panting memberi izin kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar
suatu surat kuasa khusus yang hanya dapat diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam pasal
147 yang juga secara cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. (KUHperd. 1793, 1945; IR.
157.)
Pasal 185.
(1) Sumpah dilakukan selalu di dalam sidang pengadilan, kecuali jika karena alasan-alasan yang sah
hal itu tidak dapat dilakukan atau karena hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan di sebuah kuil
atau di suatu tempat yang dianggap keramat. Dalam hal terakhir ini ketua pengadilan negeri dapat
memberi kuasa kepada salah satu anggota pengadilan negeri dengan dibantu oleh panitera yang
bertugas membuat berita acara, untuk mengambil sumpah pihak yang berhalangan di tempat
tinggalnya atau di tempat lain yang ditentukan oleh ketua.
(2) Jika sumpah harus diambil di tempat di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri,
maka ketua meminta kepada jaksa yang mempunyai wilayah sumpah itu dilakukan, untuk
mengambil sumpah tersebut dan segera mengirimkan berita acara sumpah tersebut kepadanya.
(3) Sekali-kali tidak boleh diatnbil sumpah tanpa dihadiri pihak lawan, kecuali bila pihak ini sudah
dipanggil dengan sah. (KUHperd. 1944 dst.; Rv. 52; IR. 158,381; RBg. 709.)
Pasal 186.
(1) Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari sidang pertama, maka pemeriksaan
dilanjutkan sedapat-dapatnya pada hari lain yang ditentukan tidak terlalu lama, kemudian begitu
seterusnya.
(2) penundaan itu harus diucapkan di dalam sidang di hadapan para pihak dan itu berlaku sebagai
pmolan resmi bagi pihak-pihak yang hadir.
(3) Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari
sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi, maka ketua memerintahkan agar pihak itu dipanggil
lagi untuk harid pada sidang berikutnya. (Rv. 109.)
(4) Tidak boleh dilakukan penundaan atas permohonan para pihak atau karena jabatan bila tidak
benar-benar diperlukan. (Rv. 127; IR. 159.)
Pasal 187.
(1) jika selama persidangan perkara berjalan, ada suatu tindakan yang harus dilakukan berdasarkan
pasal 193 menjadi tanggungan pihak yang dinyatakan kalah, Maka ketua dapat memerintahkan
agar biaya dibayar lebih dulu oleh salah satu pihak dan disampaikan kepada paritera, dengan tidak
mengurangi hak pihak lawan untuk membayarnya secara sukarela.
(2) jika para pihak enggan untuk membayar uang muka tersebut meskipun sudah diperingatkan oleh
ketua, maka tindakan yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan, tidak dilakukan dan sepanjang
pertu pemeriksaan akan dilanjutkan pada hari lain yang ditetapkan oleh ketua dengan
memberitahukan para pihak. (IR. 160.)
Pasal 188.
(1) Setelah perkara pada hari pertama atau hari kemudian dibuat jelas, maka sesudah para pihak dan
para pendengar diminta meninggalkan ruang sidang, diminta pendapat para penasihat pengadilan
yang hadir menurut pasal 7 RO.
(2) Kemudian dilakukan musyawarah serta penyusunan keputusan seperti diatur dalam pasal 39 dan
40 RO . (IR. 161.)
Bagian 2. Musyawarah Dan Keputusan pengadilan.
Pasal 189.
(1) Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-dasar hukum
yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.)
(2) Ia wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
(3) Ia dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari
yang dimohon. (Rv. 50; IR. 178.)
Pasal 190 .
(1) Setelah keputusan diambil dengan mengingat ketentuan dalam pasal yang lalu, maka para pihak
dipanggil lagi masuk dalam ruang sidang dan keputusan diucapkan oleh ketua secara terbuka. (RO.
40; IR. 179.)
(2) Jika para pihak atau salah satu di antara mer eka tidak hadir pada waktu pengucapan itu, maka isi
keputusan itu diperintahkan oleh ketua untuk disampaikan kepada pihak yang tidak hadir oleh
seorang pegawai yang berwenang.
(3) pasal 149 ayat (4) berlaku dalam hal ini.
Pasal 191.
(1) pengadilan negeri dapat memerintahkan pelaksan putusannya meskipun ada perlawanan atau
banding jika ada bukti yang otentik atau ada surat yang ditulis dengan tangan yang menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku mempunyai kekuatan pembuktian, atau karena sebelumnya
sudah ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, begitu juga jika ada suatu
tuntutan sebagian yang dikabulkan atau juga mengenai sengketa tentang hak besit (KUHperd. 548
dst.; Rv. 53 dst.)
(2) pelaksanaan sementara sekali-kali tidak boleh meluas sampai ke soal penyanderaan. (IR. 180;
RB9. 242.)
Pasal 192.
(1) Barangsiapa dikalahkan dalam perkaranya, dihukum untuk membayar biaya perkara.
(2) Biaya dapat diperhitungkan seturuhnya atau sebagian dalam sengketa antara suami-istri, keluarga
sedarah dalam garis lurus, antara saudara- saudara laki-laki dan perempuan atau yang karena
perkawinan dalam garis yang sama, dan di Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanulii sepanjang
hukum waris dan di daerahnya mengikuti hukum waris Melayu, juga antara saudara laki-laki dan
perempuan dari ibu serta kemenakan-kemenakan dari pihak ibu dan begitu juga jika para pihak
masing-masing dalam beberapa hal dinyatakan ada kesalahannya.
(3) Dalam hal ada putusan sementara dan lain-lain yang mendahului putusan akhir, maka biaya dapat
ditentukan dalam putusan akhir. (Rv. 58.)
(4) Biaya perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat menjadi tanggungan tergugat meskipun ia
mungkin dapat dimenangkan dalam putusan perlawanan atau banding, kecuali jika pada
pemeriksaan perlawanan atau pemeriksaan tingkat banding Ia ternyata tidak dipanggil dengan
sepatutnya.
(5) Dalam hal seperti dimaksud dalam pasal 151, maka biaya-biaya yang disebabkan oleh panggilan
ulang atas para tergugat yang tidak hadir, menjadi beban mereka, kecuali mereka tidak dipanggil
dengan sempurna untuk datang di sidang pengadilan. (IR. 181.)
Pasal 193.
Penghukuman dalam membayar biaya tidak boleh melebihi: (IR. 182.)
10. biaya meterai yang diperlukan selama berlangsungnya perkara;
20. biaya alat-alat bukti yang disebabkan oleh acara;
30. biaya saksi-saksi, ahli dan juru bahasa, termasuk biaya penyumpahannya, dengan pengertian
bahwa, jika satu pihak mengajukan lebih dari lima saksi atas satu peristiwa yang sama, maka tidak
dapat dibebankan kepada pihak lawan;
40. biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan-perbuatan lain menurut hukum;
50. upah para pegawai yang ditugaskan untuk melakukan panggilan dan pemberitahuan lainnya;
60. biaya yang disebut dalam pasal 164 ayat (6);
70. biaya kepaniteraan serta upah panitera dan pegawai-pegawai lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan putusan, semuanya menurut tarip yang ada atau akan ditentukan oleh pemerintah
atau jika hal itu tidak ada berdasarkan perkiraan ketua pengadilan negeri.
Pasal 194
Di dalam surat keputusan harus disebutkan:
10. biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termasuk biaya yang timbul sesudah ada
putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian oleh ketua;
20. jumlah biaya, kerugian dan bunga, jika putusan itu mengandung penghukuman untuk
membayarnya. (Rv. 607, 610; IR. 183.)
Pasal 195.
(1) Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta
jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan apa yang dimaksud dalam pasal 7
RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan
mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.
(2) Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus menyebutkan
peraturan-peraturan itu. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.)
(3) Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 43;IR. 184.)
Pasal 196.
(1) putusan yang tidak merupakan putusan akhir, meskipun diucapkan di dalam sidang pengadilan,
tidak dibuatkan tersendiri melainkan hanya dicatat dalam berita acara.
(2) para pihak, atas biaya sendiri, dapat memperoleh turunan otentik dari catatan-catatan demikian.
(Rv. 48; IR. 185.)
Pasal 197.
(1) panitera membuat satu berita acara dari tiap-tiap perkara yang mencatat tiap-tiap kejadian di dalam
sidang dan juga nasihat/pertimbangan yang diberikan oleh pejabat yang disebut dalam pasal 7 RO.
(2) tidak disebutkan apakah putusan diambil dengan suara terbanyak atau dengan suara bulat.
(3) Berita acara ini ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 41, 63; Rv. 29, 62; IR. 186.)
Pasal 198.
(1) Jika ketua berhalangan untuk menandatangard surat keputusan atau berita acara di sidang
pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang langsung ada di bawahnya
yang ikut duduk dalam majelis.
(2) Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat keputusannya atau
di dalam berita acara sidang. (RO. 52; Rv. 63; IR. 187.)
Bagian 3. Banding.
Pasal 199.
(1) (s.d.u. dg. S. 1939-715.) Dalam hal dimungkinkan pemeriksaan dalam tingkat banding, maka
pemohon banding yang ingin menggunakan kesempatan itu, mengajukan pemohonan untuk itu
yang, bila dipadangnya perlu, disertai dengan suatu risalah banding dan surat-surat lain yang
berguna untuk itu atau pemohonan itu dapat diajukan oleh seorang kuasa seperti dimaksud dalam
ayat (3) pasal 147 dengan suatu surat kuasa khusus kepada panitera dalam waktu 14 hari terhitung
mulai hari diucapkannya keputusan pengadilan negeri, sedangkan tenggang waktu itu adalah
empat belas hari setelah putusan diberitahukan menurut pasal 190 kepada yang bersangkutan, jika
ia tidak hadir pada waktu putusan diucapkan. (RB9. 147 2; S. 1922-522.)
(2) (s.d.t. dg.S. 1939-716.) pengadilan Negeri berwenang untuk memperpanjang tenggang waktu
menurut keadaan tersebut dalam ayat di muka sampai sebanyak-banyaknya enam minggu.
(3) Jika pemohon banding bertempat tinggal atau berkediaman di luar wilayah Jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri, maka tenggang waktuu mengajukan banding adalah empat minggu.
(4) Dalam hal diajukan permohonan untuk naik banding tanpa biaya, maka tenggang waktu mulai
dihitung sejak hari pemberitahuan seperti tersebut dalam pasal 281,
(5) (s.d.u. dg. S. 1927-576.) pernyataan banding tidak akan diterima setelah lampau tenggang waktu
seperti tersebut dalam ayat-ayat yang lalu, juga jika pernyataan itu tidak disertai pembayaran uang
muka kepada panitera yang besamya ditaksir sementara oleh ketua pengadilan negeri, melihat
keperluan akan biaya-biaya kepaniteraan, pemanggilan-pemanggilandan pemberitahuan kepada
pihak- pihak yang diperlukan serta meterai-meterai yang diperlukan. (Rv. 334, 438; IR.188.)
(6) Bila panitera pengadilan negeri tidak berada di tempat dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka pemohon banding dapat memohon perantaraan jaksa di tempat tinggalnya
atau tempat kediamannya untuk segera mengirimkan catatan bandingnya serta surat-surat yang
bersangkutan kepada panitera.
Pasal 200.
putusan-putusan di luar kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dimohonkan banding, tetapi bila
penggugat asal yang mengajukan banding, maka tergugat terbanding dapat menggunakan semua
pembelaannya dalam tingkat banding tanpa menggunakan hak perlawanannya dalam tingkat pertama.
(Rv. 330; IR. 189.)
Pasal 201.
(1) Keputusan-keputusan dan penetapan-penetapan yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian
perkara atau yang dimaksudkan untuk memperoleh bukti-bukti atau untuk pemeriksaan setempat
sebelum diputus pokok perkaranya, begitu juga putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu
hanya dapat dimohonkan banding dalam tenggang waktu dan bersamaan dengan putusan akhir.
(Rv. 331.)
(2) putusan pengadilan negeri yang menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengatur suatu
perkara termasuk putusan akhir. (Rv. 357; IR. 190.)
Pasal 202.
(1) pernyataan banding dicatat oleh panitera dalam daftar yang telah disediakan untuk itu.
(2) panitera secepatnya, dengan perantaraan pejabat yang berwenang, memberitahukan kepada pihak
lawan tentang adanya permohonan banding, disertai dengan turunan risalah banding pemohon
banding atau surat-surat lain
(3) Bila termohon banding bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah Jaksa tempat kedudukan
pengadilan negeri, atau jika panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, maka
pemberitahan dengan perantara jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman termohon
banding.
(4) Bukti tertulis tentang pemberitahuan yang telah dilakukan disampaikan kepada panitera.
(5) Termohon banding yang bertempat tinggal atau berdiam di wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, dalam empat belas hari, atau dalam keadaan lain dengan perantaraan jaksa di
tempat tinggal atau tempat kediamannya, dalam waktu enam minggu setelah memenuhi
pemberitahuan, dapat menyampaikan surat-surat yang dipandangnya perlu kepada panitera
pengadilan negeri yang kemudian menyampaikan turunan-turunannya kepada pembanding. Dalam
hal diizinkan mengajukan banding tanpa biaya, maka tenggang waktu penyampaian surat-surat itu
dihitung sejak saat pemberitahuan seperti ditentukan dalam pasal 281.
(6) Jika panitera pengadilan negeri tidak ada di dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri, maka terbanding dapat menyampaikan surat-surat seperti tersebut dalam ayat terdahulu
dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya.
Pasal 203.
Selambat-lambatnya delapan hari setelah menerima jawaban risalah banding dan surat-surat lainnya
dari terbanding atau sesudah lampau tenggang waktu yang diperbolehkan seperti tersebut dalan pasal
yang lain, maka panitera mengirimkan surat-surat yang bersangkutan dengan perkara berikut berita
acara pemeriksaan persidangan beserta turunan resmi surat keputusannya, juga catatan mengenai
pemberitahuannya (bila ada) dan bukti mengenai pemberitahuan itu ke pengadilan tinggi. (IR. 192'; RBg.
715.)
Pasal 204.
Terhadap pemeriksaan pada tingkat banding berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Titel ke
VII Buku pertama Reglemen Acara perdata.
Pasal 205.
Segera setelah ketua pengadilan negeri menerima putusan pengadilan tinggi, maka ia memerintahkan
agar para pihak diberitahu tentang sampainya keputusan pengadilan tinggi tersebut padanya, dan
bahwa mereka diperbolehkan melihatnya dan atas biayanya dapat memperoleh turunannya di
kepaniteraan pengadilan negeri. (Rv. 358; IR. 174.)
Bagian 4. Pelaksanaan Keputusan Hukum.
Pasal 206.
(1) pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama
dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasalpasal
berikut.
(2) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara
tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan.
(3) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan
negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan, juga
jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura - ketua ini bertindak serupa jika temyata
pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.
(4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan Madura,
berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-tindakan yang dimintakan
kepadanya.
(5) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-tindakan yang
dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang
memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
(6) perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang
disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang
diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan
perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim.
(7) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-keputusan yang telah
diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitabukan kepada ketua
pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. (IR. 195.)
Pasal 207.
(1) Dalam hal keengganan atau kealpaan pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan secara
sukarela, maka pihak yang menang secara lisan atau tertulis dapat mengajukan permohonan agar
putusan yang bersangkutan dilaksanakan.
(2) Ketua atau jaksa yang diberi kuasa menyuruh memanggil pihak yang kalah dan memperirgatkannya
agar ia dalam waktu yang ditentukannya,-tidak melebihi delapan hari, melaksanakan keputusan
yang bersangkutan. (Rv. 439, 443; IR. 196.)
Pasal 208.
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak
yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena
jahatannya mengeluarkan perintah untuk menyita -jumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya
diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah sebanyak
diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai pelaksanaan putusan, dengan
batasan bahwa di daerah Bengkulu, sumatera Barat dan Tapanuli, hanya dapat dilakukan penyitaan atas
harta (harta pusaka) jika tidak terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang
bergerak maupun barang tetap. (Rv. 444; IR. 1971.)
Pasal 209.
(1) penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri.
(2) Jika panitera berhalangan karena kesibukan tugasnya atau karena alasan lain, maka ia diganti oleh
seorang yang cakap dan terpercaya yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang diberi kuasa
yang juga berwenang untuk menunjuk sepanjang dikehendaki oleh ketua dengan melihat keadaan
dan untuk menghemat biaya karena jaraknya tempat barang-barang yang akan disita.
(3) penunjukan itu dilakukan cukup dengan menyebutnya saja atau dengan suatu catatan dalam
perintah tertulis seperti dimaksud dalam pasal yang lain.
(4) panitera atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya membuat berita acera tentang apa yang
telah dilakukannya dan memberikan penjelasan tentang maksudnya kepada pihak yang barangnya
disita, bila ini ada. (Rv. 446 dst.; IR. ig72-6.)
Pasal 210.
(1) panitera atau orang yang menggantikannya dalam menjalankan penyitaan dibantu oleh dua orang
saksi yang nama, pekerjaan serta tempat tinggalnya disebut dalam berita acara dan yang ikut
menandatangani surat aslinya serta surat-surat turunannya.
(2) (s.d.u. dg. S. 1932-42.) para saksi harus penduduk Indonesia yang telah berumur 21 tahun dan
oleh orang yang menalankan penyitaan dikenal sebagai terpercaya atau oleh pejabat pamong praja
berbangsa Eropa atau Bumiputra diusulkan kepadanya. (IR. 197 6,7.)
Pasal 211.
penyitaan barang-barang bergerak milik yang kalah, termasuk uang dan surat-surat berharga, dapat
terdiri juga dari barang-barang bergerak yang berujud yang ada di bawah penguasaan orang lain, dan
tidak boleh meluas ke ternak dan perkakas-perkakas yang betul-betul diperlukan untuk menjalankan
perusahaan pribadi dari terhukum. (IR. 1978.)
Pasal 212 .
panitera atau orang yang ditunjuk untuk mewakilinya dengan melihat keadaan, menitipkan barangbarang
bergerak atau sebagiannya kepada orang mengalami penyitaan, atau dapat juga
memindahkannya seturuh atau seya ke tempat lain untuk disimpan. Dalam hal pertama ia
memberitahukannya kepada pousi setempat yang mewagajangan sampai ada barang-barang
dipindahkan. Hak opstal Indonesia tidak boleh dipindahkan. (IR. 197".)
Pasal 213.
(1) Dalam hal penyitaan terhadap barang-barang tetap, maka berita penyitaan diumumkan kepada
khalayak ramai, sepanjang barang itu terdaftar atau tidak berdasarkan Ordonansi Balik-Nama (S;
1834-27), dengan cara pencatatan berita acara di dalam daftar menurut pasal 50 (S. 1848-10)
tentang mulai berlakunya dan perpindahan ke perundang-undangan baru atau dalam daftar di
kepaniteraan pengadilan negeri yang diadakan untuk itu. (Rv. 507.)
Dalam kedua hal itu harus dicantumkan jam, hari, bulan dan tahun pengumuman yang
bersangkutan, sedangkan jam, hari, bulan dan tahun oleh panitera dicatat dalam surat yang asli.
(2) Selain itu, orang yang melakukan penyitaan meminta kepada kepala desa maupun kepala pamong
lainnya untuk memaklumkan penyitaan itu kepada khalayak ramai menurut cara yang lazim
dijalankan setempat. (IR. 198.)
Pasal 214.
(1) Terhitung mulai hari diumumkannya berita acara penyitaan itu, maka pihak yang mengalami
penyitaan tidak diperbolehkan untuk memindahtangankan, membebani dengan suatu hak atau
menyewakan barang tetap itu.
(2) perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan larangan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan penyitaan. (Rv. 507; IR. 199.)
Pasal 215.
(1) penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, atau tergantung dari keadaan
atas pertimbangan ketua atau jaksa yang dikuasakan oleh orang yang melakukan penyitaan
ataupun oleh orang lain yang dipandang cakap dan dapat dipercaya oleh ketua atau jaksa yang
dikuasakan itu, yang bertempat tinggal di tempat penjualan akan dilakukan atau di dekat tempat itu.
Penjualan dilakukan menurut syarat-syarat biasa secara umum dan diberikan kepada yang
menawar dengan harga tertinggi.
(2) jika penjualan tersebut dalam ayat (1) harus dilaksanakan untuk memenuhi pembayaran yang tidak
melebihi tiga ratus gulden, tidak termasuk biaya perkara, atau jika atas.perkiraan ketua atau jaksa
yang dikuasakan memperkirakan barang-barang yang disita tidak akan mencapai jumlah tiga ratus
gulden, maka penjualan sekali-kali tidak boleh diserahkan kepada juru lelang.
(3) Dalam hal itu petelangan dilakukan oleh orang yang melakukan penyitaan atau oleh orang yang
dipandang cakap dan terpercaya seperti tersebut dalam ayat (1). orang yang ditugaskan
melakukanan lelang membuat laporan tertulis yang disampaikan kepada ketua atau jaksa yang
dikuasakan tersebut. (Rv. 453, 466; Venduregl. 1, 4, 20 dst.; IR. 200 1-3.)
Pasal 216.
(1) pihak yang barangnya disita dapat memberikan urutan barang-barang yang harus didahulukan
untuk ditawarkan. (IR. 2004.)
(2) Begitu jumlah yang diperlukan untuk memenuhi keputusan beserta biayanya tercapai, maka
penjualan dihentikan dan sisa barang-barangnya dikembalikan kepada pemiliknya. (IR. 2OO5.)
(3) Di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, harta pusaka baru boleh dilelang setelah
barang-barang bergerak dan barang-barang tetap hasil pekerjaan debitur sendiri habis dilelang.
Pasal 217.
(1) pelelangan (penjualan) barang bergerak dilakukan sesudah pengumuman menurut cara setempat
dan tidak boleh dilakukan sebelum lewat delapan hari setelah dilakukan penyitaan.
(2) Bila bersama-sama dengan barang-barang bergerak juga disita barang-barang tetap, dan di antara
barang-barang bergerak itu tidak ada barang yang mudah busuk, maka pelelangan dilakukan
bersama-sama dengan urutan yang telah diberikan oleh yang terkena sita, tetapi setelah
diumumkan dua kali dengan waktu antara lima belas hari.
(3) Dalam penyitaan yang dilakukan terhadap seluruh barang-barang tetap, maka digunakan tata cara
pelelangan seperti diatur dalam ayat yang lalu.
(4) Pelelangan barang-barang tetap yang sekiranya melebihi nilai seribu gulden, di daerah karesidenan
di mana beredar satu atau lebih surat kabar harian, hanis diumumkan satu kali, selambat-lambatnya
empat belas hari sebelum dilakukan pelelangan, dalam surat kabar tempat akan dilakukan
pelelangan, dan jika tidak ada surat kabar di tempat itu, di suatu surat kabar tempat terdekat. (Rv.
516; IR. 2006-9.)
Pasal 218.
(1) Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada pihak pembeli
berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua syarat-syarat jual-belinya
telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia akan menerima tanda bukti tertulis dari
kantor lelang atau dari orang yang ditugaskan melaksanakan dan pelelangan. (Rv. 526, 532; IR.
20010.)
(2) Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah dijual itu,
maka ketua pengadilan geri atau jaksa yan g dikuasakan secara tertulis mengeluarkan surat
perintah kepada peabat yang bertugas memberitahukan untuk, bila perlu dengan bantuan polisi,
memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan
barang itu. Pejabat yang bertugas menjalankan perintah dibantu oleh panitera pengadilan negeri
atau oleh seorang pegawai berkebangaan Eropa yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yangg
dikuasakan atau bila orang semacam itu tidak ada, oleh seorang kepala desa Indonesia atau
pegawai Indonesia yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang dikuasakan- (Rv. 526, 1033; IR.
20010.)
Pasal 2 19
Jikalau ada dua atau lebih permohonan pelaksanaan keputusan terhadap satu orang debitur, maka
dalam satu berita acara dilakukan penyitaan atas sejumlah barang-barang yang sekiranya diperlukan
untuk menutup seluruh jumlah dari semua keputusan berikut biaya pelaksanaannya. (IR. 201.)
Pasal 220.
Bila setelah selesai suatu penyitaan tetapi sebelum diadakan penjualan, masuk lagi permohonanpermohonan
untuk pelaksanaan putusan terhadap debitur, maka barang-barang yang telah disita
digunakan juga untuk menutup segala putusan dan ketua atau jaksa yang dikuasakan, jika perlu dapat
memerintahkan agar penyitaan dilanjutkan terhadap barang-barang yang belum disita sampai jumlah
yang kiranya cukup untuk membayar seluruh putusan ditambah dengan biaya-biayanya. (IR. 202.)
Pasal 221.
Dalam jangka waktu seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka keputusan-keputusan terhadap
debitur yang dijatuhkan oleh hakim-hakim lain dari yang disebut dalam pasal 206 ayat (1), dapat juga
diajukan untuk dilaksanakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam wilayahnya dilakukan
penyitaan. Ketentuan pasal 220 berlaku pula dalam hal ini. (IR. 203.)
Pasal 222.
(1) Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam tiga pasal yang lain, maka ketua yang dimaksud
dalam pasal yang lain, setelah mendengar atau memanggil dengan sepatutnya debitur dan para
kreditur yang mengajukan permohorkan pelaksanaan, menentukan cara pembagian hasil eksekusi
di antara para kreditur.
(2) para kreditur yang memenuhi panggilan seperti tersebut dalam ayat yang Wu dapat mengajukan
banding kepada pengadilan tinggi terhadap penetapan tersebut; terhadap permohonan banding itu
berlaku pasal 199. (TR. 204.)
Pasal 223.
Segera setelah penetapan mengenai pembagian mempunyai kekuatan yang pasti maka ketua
memberikan daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan untuk mengadakan
pelelangan sebagai dasar pembagian hasil penjualannya. (TR. 205.)
Pasal 224.
(1) Kecuali apa yang diatur dalam ayat berikut, maka pelaksanaan keputusan yang bermaksud
membayar sejumlah uang yang tidak melebihi seratus lima puluh gulden, tidak termasuk biaya
perkara, dilakukan tanpa peringatan lebih dahulu. (IR. 2061.)
(2) (s.d.u. dg. S. 1934-621, 622, S. 1936-629) Jumlah uang yang termaksud dalam ayat yang lalu yang
berhubungan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan adalah sebagai berikut:
a. di dalam wilayah Sumatera Timur dua ratus lima puluh gulden.
b. di dalam afdeling-afdeling dalam Karesidenan Aceh dan sekitarnya yang tidak ada peagadilan
negerinya, lima ratus gulden.
c. (Huruf c ini dianggap tidak tertuli karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.)
d. Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan
(4) Jika tidak cukup adanya barang-barang bergerak, maka atas perintah tertulis karena jabatan ketua
atau jaksa yang dikuasakan, juga barang-barang tetap boleh disita dengan cara penyitan seperti
ditentukan dalam pasal 208 s/d 210 dan pasal 213, dan dijual dengan cara-cara yang ditentukan
dalam pasal 215 s/d 218.(IR. 2062.)
Pasal 225.
(1) perlawanan pihak debitur terhadap pelaksanaan, baik mengenai penyitaan barang-barang bergerak
maupun barang-barang tetap, dilakukan secara tertulis atau lisan kepada pejabat yang
memerintahkan penyitaan, dan jika perlawanan dilakukan secara lisan, maka pejabat itu membuat
catatan atau menyuruh membuat catatan. (IR. 2071.)
(2) Jika perlawanan dilakukan oleh jaksa yang dikuasakan, maka segera ia mengajukan permohonan
itu atau catatannya kepada ketua pengadilan negeri.
Pasal 226.
perkara kemudian oleh ketua diajukan kepada sidang pengadilan negeri pertama agar diputus setelah
mendengar atau memanggil para pihak dengan sepatutnya. (TR. 207'.)
Pasal 227.
(1) perlawanan itu tidak mencegah atau menunda pelaksanaan, kecuali jika diperintahkan oleh
pejabat yang telah memerintahkan penyitaannya.
(2) perintah itu dicantumkan di atas surat permohonannya atau dicantumkan di atas catatan
permohonan lisannya.
Pasal 228.
(1) Ketentuan-ketentuan dalam tiap pasal sebelumnya berlaku juga dalam hal pihak ketiga melawan
pelaksanaan berdasarkan pernyataan sebagai pemilik barang-barang yang disita.
(2) Terhadap keputusan-keputusan berdasarkan pasal ini dan pasal-pasal 226, 231 dan 240, berlaku
ketentuan-ketentuan mengenai banding. (IR. 208.)
Pasal 229.
(1) Atas petunjuk orang yang memohon pelaksanaan putusan, maka dengan memperhatikan apa yang
ditentukan dalam pasal 208, dapat dilakukan penyitaan atas tagihan-tagihan yang dapat dituntut
oleh pihak yang dieksekusi dari pihak lain.
(2) Turunan surat perintah penyitaan diberitahukan kepada pihak ketiga yang barangnya disita dan
juga kepada pihak yang dieksekusi kepada yang pertama sekaligus dengan perintah untuk
menahan barang yang disita itu dengan ancaman pembayaran yang dilakukan tidak sah. (Rv. 477.)
Pasal 230.
(1) Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami tindakan
pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika Ia beranggapan mempunyai cukup alasan untuk
itu. (Rv. 479.)
(2) Terhadap perlawanan ini berlaku peraturan-peraturan tersebut dalam pasal 225 dan berikutnya.
Pasal 231
Jika perlawanan pihak yang mengalami pelaksanaan itu dianggap mempunyai dasar dan karena itu
mendapat pembebasan dari pelaksanaan, maka pemohon pelaksanaan dihukum untuk mengganti biaya,
kerugian dan bunga, kepada pihak yang mengalami pelaksanaan. (Rv. 480.)
Pasal 232.
Jika yang mengalami pelaksanaan tidak melakukan perlawanan seperti tersebut dalam pasal 230, atau
perlawanannya ditolak, maka pemohon dalam waktu satu bulan setelah lampau tenggang waktu yang
ditentukan untuk mengajukan perlawanan atau sesudah keputusan cwatuhkan harus mengajukan
gugatan terhadap pihak ketiga yang barangnya disita agar memberikan keterangan tentang berapa
banyak utangnya kepada pihak yang mengalami pelaksanaan dengan ancaman batalnya penyitaan, dan
selanjutnya agar dihukum menyerahkan sejumlah uang yang akan temyata kepada pihak yang sedang
mengalami pelaksanaan untuk kepentingan pemohon agar dapat penggantian gugatannya dan agar bila
Ia menolak memberi keterangan, dihukum untuk membayar sejumlah uang, untuk mana penyitaan
dilakukan, atau bila perlawanan dibenarkan, untuk membayar biaya dan bunga seakan-akan Ia sendiri
adalah debitur. (Rv. 481.)
Pasal 233.
Jika pihak ketiga yang terkena sita termasuk orang yang tunduk kepada peradilan Barat, maka
terhadapnya diperlakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap sita barang pihak ketiga seperti
diatur dalam Reglemen Acara perdata (Rv.).
Pasal 234.
Jika pihak ketiga itu termasuk yang tunduk kepada pengadilan negeri, maka diikuti peraturan-peraturan
mengenai cara mengajukan perkara dan penyelesaiannya seperti diatur dalam pasal 142 dan berikutnya
dalam undang-undang ini dan juga apa yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.
Pasal 235.
(1) Keterangan pihak ketiga yang barangnya disita diberikan cara tertulis atau lisan di hadapan sidang
pengadilan. (Rv. 736.)
(2) Harus disebutkan alasan-alasan dan hal lain sebagai berikut:
- sebab dan jumlah utang pihak ketiga itu kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan;
- pembayaran-pembayaran atas rekening, jika ada;
- cara pelunasan utang, jika pihak ketiga mengatakan sudah tidak mempunyai utang lagi. (Rv. 735.)
Pasal 236.
Jika pihak ketiga telah memberikan keterangannya dan tidak membantah penghukuman yang
dimintakan, maka semua biaya yang telah Ia keluarkan harus diganti dan ia tidak dapat diwajibkan untuk
melakukan suatu pembayaran kecuali untuk melunasi atau dengan dikurangi.biaya itu. (Rv. 737.)
Pasal 237.
Jika pihak ketiga yang barangnya disita membantah untuk memberi keterangan dan alasan untuk itu
tidak dibenarkan, maka Ia masih diperintahkan untuk memberikan keterangan pada hari yang ditentukan
dan bersamaan dengan itu dihukum membayar biayanya. (Rv. 738.)
Pasal 238.
(1) Jika ia tetap lalai untuk memberikan keterangan, maka terhadapnya dijatuhkan putusan di luar
kehadirannya dan ia dihukum membayarjumlah tuntutan yang menyebabkan penyitaan tersebut
atau bila perlawanan dibenarkan, berikut bunga serta biaya-biaya seolah-olah Ia sendiri adalah
debitur. (Rv. 739.)
(2) Jika tidak memberikan keterangan itu karena ia tidak datang, maka berlakulah pasal 150 reglemen
ini.
Pasal 239.
Pihak yang minta pelaksanaan keputusan dapat memaksa pihak ketiga untuk menguatkan
keterangannya dengan sumpah. (Rv. 742.)
Pasal 240.
(1) Jika yang memohon pelaksanaan membantah kebenaran keterangan dan pihak ketiga itu
dinyatakan sebagai yang tidak benar, maka keterangan itu diperbaild oleh hakim dan pihak ketiga
dihukum untuk memenuhi apa yang ternyata merupakan utangnya.
(2) Kecuali itu Ia dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (Rv. 743.)
Pasal 241.
Uang yang temyata menjadi utang pihak ketiga itu harus dibayarkan kepada pihak yang mengalami
tindakan pelaksanaan putusan sampai sejumlah yang sudah diperbaiki dalam keputusan dan, jika perlu
dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga atas kekuatan keputusan hakim dengan paksa (eksekusi).
(Rv. 744.)
Pasal 242.
(1) iika tidak ada atau tidak cukup barang-barang untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim, maka
ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan atas permohonan tertulis atau lisan pihak
yang dimenangkan, dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat yang berwenang
melakukan pekerjaan -jurusita (exploit) untuk menyandera debitur. (Rv. 583 dst.; RB9. 244.).
(2) Lama waktu penyanderaan debitur menurut pasal berikut dinyatakan dalam surat perintah itu. (Rv.
580, 586; IR. 209.)
Pasal 243.
(1) penyanderaan diperintahkan: untuk selama enam bulan karena penghukuman membayar sampai
jumlah seratus gulden;
untuk selama satu tahun karena penghukuman membayar di atas seratus gulden sampai dengan
tiga ratus gulden;
untuk selama dua tahun karena penghukuman membayar di atas tiga ratus gulden sampai dengan
lima ratus gulden;
untuk selama tiga tahun karena penghukum- membayar lebih dan lima ratus gulden. (Rv. 586.)
(2) Biaya perkara tidak termasuk jumlah-jumlah uang yang diperhitungkan seperti tersebut di atas. (IR.
210).
Pasal 244.
Terhadap orang-orang yang sudah berumur enam puluh lima tahun, maka penerapan paksa badan
hanya diperbolehkan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada atau yang akan dikeluarkan. (S. 1874-
94)
Pasal 245.
Sekali-kali tidak diizinkan kepada anak-anak dan keturunan-keturunan seterusnya untuk melakukan
penyanderaan terhadap keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam garis lurus dan di daerah
Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, sepanjang hukum warisnya mengikuti ketentuan-ketentuan
Melayu, dilarang penyanderaan oleh kemenakan terhadap saudara-saudara laki-laki atau perempuan
pihak ibu. (KUHperd. 298; Rv. 582; IR. 211.)
Pasal 246.
Seorang debitur tidak boleh disandera:
10. di dalam sebuah gedung ibadah selama ada peribadatan;
20. di tempat-tempat di dalam sidang-sidang oleh penguasa selama sidang berlangsung. (Rv. 22, 595;
IR. 212.)
Pasal 247.
(1) Jika seorang debitur melawan penyanderaan berdasarkan pendapatnya bahwa perintah
penyanderaan melanggar peraturan hukum dan menginginkan segera ada keputusan, maka ia
secara tertulis mengajukan keberatannya kepada pejabat yang memberi perintah penyanderaan
atau jika ia menghendaki, dihadapkan kepada pejabat itu yang dalam dua hal itu segera
menetapkan apakah debitur itu akan disandera sementara atau tidak, sambil menunggu keputusan
pengadilan negeri.
(2) Ayat (5), (7) dan (8) pasal 252 dalam hal ini berlaku pula.
(3) Jika debitur secara tertulis melawan penyanderaan itu, maka sambil menunggu keputusan dari
pejabat itu untuk menghindarkan ia lari, ia dijaga. (Rv. 6N; IR. 213.)
(4) Jika jaksa yang dikuasakan telah memerintahkan penyanderaan, maka ia mengirimkan surat
permohonan penyanderaan itu atau, jika penyanderaan dimohonkan secara lisan, catatan
mengenal hal itu beserta penetapannya, kepada ketua pengadilan negeri.
Pasal 248.
Seorang debitur yang tidak melawan atau perlawanannya ditolak, segera dibawa ke lembaga
pemasyarakatan untuk disandera. (Rv. 600; IR. 124.)
Pasal 249.
(1) pejabat yang bertugas melakukan penyanderaan tidak boleh memasukkan debitur ke dalam
lembaga pemasyarakatan sebelum menunjukkan perintah tertulis untuk penyanderaan itu kepada
penuntut umum jaksa yang membuat catatan tentang hal itu di atas surat perintahnya. (Rv. 602.)
(2) pegawai pelaksana sandera dalam waktu dua puluh empat jam memberitahukan hal itu kepada
panitera pengadilan negeri tentang terjadinya penyanderaan. (KUHp 333, 555; IR. 215.)
Pasal 250.
(1) Biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh orang yang memohon penyanderaan
yang harus dibayar lebih dahulu untuk tiap-tiap tiga puluh hari, kepada lembaga pemasyarakatan
menurut reglemen dan peraturan yang dibuat oleh Gubemur Jenderal.
(2) Jika pemohon sandera sebelum hari ketiga puluh satu tidak memenuhi kewajiban membayar, maka
atas pennohonan si sandera atau kepala lembaga pemasyarakatan oleh ketua pengadilan negeri
atau jaksa yang dikuasakan segem diperintahkan agar penyanderaan dihentikan. (Rv. 587.)
(3) perintah penghentian penyanderaan dilaksanakan oleh jaksa kepala atau jaksa yang membuat
catatan tentang hal itu di surat perintah atau jika tidak ada pejabat sedemikian di tempat itu oleh
seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua pengadilan atau oleh jaksa yang dikuasakan.
(4) Tentang pelaksanaan perintah penghentian penyanderaan itu dalam waktu dua puluh empat jam
oleh kepala lembaga pemasyarakatan diberitahukan kepada panitera pengadilan negeri. (IR. 216.)
Pasal 251.
Debitur yang disandera secara sah segera dibebaskan:
10. atas izin orang yang mohon penyanderaan, selain dengan suatu akta otentik, juga dapat
disampaikan dengan keterangan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang tentang hal itu
memerintahkan agar hal itu dicatat dalam register seperti ditentukan dalam pasal 256. Jika si
pemohon sandera bertempat tinggal atau bertempat kediaman di luar wilayah jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka
keterangan itu juga dapat dinyatakan kepada jaksa dari wilayah tempat tinggal atau tempat
kediaman pemohon sandera dan dibuatlah suatu akta yang kemuthan disampaikan kepada ketua
pengadilan negeri;
20. karena pembayaran utang atau perlitipan secara hukum kepada seorang notaris atau panitera
pengadilan negeri jumlah uang sebagai pembayaran utang kepada si pemohon sandera, termasuk
juga bunganya, biaya perkara, biaya penyanderaan serta uang muka yang telah dibayar untuk
pemeliharaan. (KUHperd. 1382 dst., 1404; Rv. 591, 809, dst.; IR. 217.)
Pasal 252.
(1) Seorang debitur yang tidak melakukan perlawanan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 247
tidak kehilangan haknya, bila menyatakan ia disandera secara bertentangan dengan pasal-pasal
244, 245 dan 246 atau telah disandera dengan melawan hukum, dan dapat mengajukan
permohonan agar pengadilan negeri menyatakan penyanderaannya batal.
(2) Untuk itu ia dengan perantaraan kepala lembaga pemasyarakatan mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan negeri.
(3) Jika ia tidak dapat menulis, maka ia diberi kesempatan untuk mengajukan permohonannya secara
lisan kepada ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan yang wilayah hukumnya meliputi
letak lembaga pemasyarakatan, dan tentang hal itu dibuat catatan atau diperintahkan agar dibuat
catatan.
(4) Jaksa yang dikuasakan menyampaikan catatan yang dibuatnya, atau menyuruh membuatnya,
segera kepada ketua pengadilan negeri.
(5) Ketua mengajukan penuohonan itu di depan sidang yang berikutnya dan pengadilan negeri
memutuskan, bila perlu sesudah mendengar si sandera dan yang mohon sandera.
(6) Akan dijalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari pasal ini, jika si sandera berpendapat ada
yang sah yang dapat ia kemukakan untuk penghentian penyanderaan, kecuali yang tersebut dalam
pasal 250 yang ditetapkan sendiri oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan.
(7) Dalam hal ini semua, maka putusan pengadilan negeri dapat dimohonkan banding tetapi dapat
dilaksanakan dengan serta merta.
(8) Ketentuan-ketentuan termuat dalam pasal 199 - 205 berlaku juga dalam hal banding ini. (IR. 218.)
Pasal 253.
(1) Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau karena tidak dibayar uang muka untuk
pemeliharaannya tidak dapat disandera kembali untuk utang yang sama sebelum lampau delapan
hari sejak ia dibebaskan. (Rv. 582.)
(2) Jika ia dibebaskan karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaanya, maka kreditur tidak
boleh menyandera lagi debitur, kecuali ia membayar uang muka untuk pemeliharaannya untuk
jangka waktu tiga bulan. (Rv. 605.)
(3) Bagaimanapun sewaktu selama dijalaninya penyanderaan harus dikurangkan dari waktu yang
diperbolehkan untuk penyanderaan dalam berbagai hal. (IR. 219.)
Pasal 254.
Barang siapa melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disandera kembali berdasarkan perintah
penyanderaan yang pernah dikeluarkan dulu, dengan tidak mengurangi kewajiban mengganti kerugian
dan biaya yang disebabkannya. (IR. 220. )
Pasal 255.
Meskipun penyanderaan telah dilakukan terhadapnya, debitur tetap bertanggung-jawab atas utang yang
menyebabkan ia disandera. (IR. 221; Rv. 593.)
Pasal 256.
Panitera pengadilan negeri memegang suatu register mengenai penyanderaan yang berisi catatan
mengenai: (Rv. 602.)
10. perintah untuk penyanderaan dengan menyebut pejabat yang mengeluarkan perintah itu, hari
ditanda-tanganinya, nama-nama dan pekerjaan serta tempat tinggal mereka yang diperintahkan
untuk disandera, serta lamanya waktu penyanderaan dapat dilakukan;
20. hari debitur mulai ditahan;
30. hari dibebaskan dari penyanderaan. (IR. 222.)
Pasal 257.
Ketua pengadilan negeri tiap saat, jika menghendakinya, dapat meminta agar daftar itu diperlihatkan
kepadanya sedikitnya sebulan sekali dan secara teliti mengawasi supaya orang yang disandera segera
dikeluarkan dari penyanderaan begitu waktu penyanderaan lewat. (IR. 223.)
Pasal 258.
(1) Grosse akta hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah Indonesia
memuat kepala yang berbunyi "Atas nama Raja" (sekarang: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.
(2). Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuan-ketentuan bagian
ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan hanya dapat dijalankan jika
diizinkan oleh putusan pengadilan. (Rv. 4tO, 584; No. 41; IR. 224.)
Bagian 5. Beberapa Acara Khusus.
Pasal 259.
(1) Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu
yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan
pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari
pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
(2) Terhadap permohonan ini berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 142, 143, 144, 145
dan 146 dengan perbedaan, bahwa ketua hanya memanggil debitur untuk menghadap di sidang
pengadilan yang datang untuk didengar pendapatnya mengenai permohonan tersebut;
(3) Sesudah debitur didengar, atau bila ia tidak hadir setelah dipanggil dengan sepatutnya, maka
pengadilan negeri menolak tuntutan itu atau memberi penilaian dalam jumlah uang yang sama
dengan apa yang diituntut pemohon atau dengan jumlah yang lebih kecil, dengan menghukum
debitur untuk membayar jumlah itu. (KUHperd. 1239; IR. 225.)
Pasal 260.
(1) Seorang pemilik suatu barang bergerak dapat memohon kepada kepada pengadilan negeri yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan orang yang
memegang/menguasai barang itu, dengan cara tertulis atau lisan, agar dilakukan penyitaan atas
barang yang dikuasai itu.
(2) Barang yang harus disita harus diterangkan dengan teliti dalam permohonannya itu.
(3) Jika penyitaan dikabulkan, maka penyitaan dilakukan dengan perintah tertulis dari ketua, ditetapkan
pula siapa yang harus melakukan penyitaan serta tata cara yang harus diturut dengan mengikuti
apa yang diatur dalam pasal 208-212.
(4) penyitaan yang telah dilakukan segera diberitahukan oleh panitera kepada pemohon sita dengan
diberitahukan pula, bahwa ia harus hadir pada hari persidangan yang akan datang agar
mengajukan dan menguatkan tuntutannya.
(5) Orang, yang barangnya disita, diperintahkan juga untuk hadir pada persidangan itu.
(6) pada hari yang sudah ditentukan, maka persidangan dilakukan dengan cara yang biasa dan diputus
tentang hal itu.
(7) Jika gugatan dikabulkan, maka sitaan dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang
yang disita diserahkan kepada penggugat, sedangkan jika gugatan ditolak, maka diperintahkan
agar sita diangkat. (Rv. 714 dst.; IR. 226.)
Pasal 261.
(1) Bila ada dugaan yang berdasar, bahwa seorang debitur y ang belum diputus perkaranya atau yang
telah diputus kalah perkaranya tetapi betum dapat dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan
atau memindahkan barang-barang bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke
tangan kreditur, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau
jika debitur bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat tinggal atau
tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang tersebut agar dapat
menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan padanya supaya menghadap di
pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan untuk mengajukan gugatannya serta
menguatkannya. (Rv. 720 dst.)
(2) Debitur, atas perintah pejabat yang memberi perintah, dipanggil untuk datang menghadap pada hari
sidang yang sama.
(3) Tentang siapa yang ditugaskan melakukan penyitaan serta tentang tata cara yang harus diikuti dan
akibatnya diatur juga dalam pasal 208-214.
(4) Jaksa segera memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukannya kepada ketua pengadilan
negeri.
(5) pada hari yang sudah ditentukan pemeriksaan pengadilan dilakukan dengan cara biasa.
(6) Jika gugatan dikabulkan, maka penyitaan dinyatakan sah dan berharga; jika gugatan ditolak, maka
diperintahkan agar penyitaan diangkat.
(7) Jika penyitaan dilakukan atas perintah jaksa, maka ketua pengadilan negeri, jika ada cukup alasan,
dapat memerintahkan untuk mengangkat penyitaan itu sebelum hari persidangan yang harus
dihadiri oleh para pihak.
(8) pengangkatan sita selalu dapat dituntut dengan jaminan seorang penanggung atau atas jaminanjaminan
lain yang cukup. (KUHperd. 1820 dst.; Rv. 725; IR. 227.)
Pasal 262.
(1) Terhadap putusan-putusan hakim berdasarkan tiga pasal-pasal terdahulu, berlaku ketentuanketentuan
umum mengenai banding.
(2) Keputusan-keputusan hakim tersebut dalam pasal-pasal itu dilaksanakan menurut cara biasa. (IR.
228.)
Pasal 263.
Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus diri sendiri serta harta
bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada, jaksa kepala atau jaksa berhak memohon
agar diangkat seorang pengampu untuk mengurus orang demikian serta harta bendanya. (KUHPerd.
434 dst.; S. 1931-54; IR. 229.)
Pasal 264.
(1) permohonan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan
dan memanggil pemohon dan saksi-saksi yang disebutkan beserta orang yang akan ditempatkan di
bawah pengampuan agar mereka datang di sidang pengadilan negeri pada hari yang ditetapkan,
(KUHperd. 438 dst; IR. 230.)
(2) pada hari persidangan itu orang-orang yang dipanggil serta saksi-saksi didengar sesudah
disumpah. (IR. 231.)
Pasal 265.
(1) Bila orang yang ditempatkan di bawah pengampuan bertempat tinggal atau berdiam diluar wilayah
kejaksaan di tempat kedudukan pengadilan negeri atau bila ketua pengadilan negeri tidak ada di
tempat itu, maka permohonan dapat diajukan kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman
si terampu yang kemudian mendengar orang-orang yang disebut dalam pasal terdahulu, saksisaksi
setelah disumpah dan dari pendengaran itu membuat berita acara dengan permintaan untuk
mengirimkan catatan-catatan yang dibuatnya kepada ketua pengadilan negeri.
(2) Ketua mengajukan perkara itu untuk diputus ke sidang pengadilan berikut yang diketuainya.
(3) Sambil menunggu keputusan itu, maka jaksa dapat mengambil tindakan-tindakan sementara yang
dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang ada di bawah pengampuan.
Pasal 266.
Bila permohonan dikabulkan, maka pengadilan negeri mengangkat seorang menjadi pengampu yang
diperkirakan dapat mengurus orang yang ditempatkan di bawah pengampuan beserta barang-barangnya
dengan sebaik-baiknya. (IR. 2312; KUHperd. 449.)
Pasal 267.
(1) pengampuan dapat dihentikan oleh pengadilan negeri jika alasanyang menyebabkan diberikan
pengampuan itu sudah tidak ada lagi.
(2) permohonan untuk penghentian pengampuan, pemeriksaan tentang hal itu dan pemberian
keputusan tentang itu dilakukan dengan cara seperti ditentukan di atas. (KUHperd. 460; IR. 232.)
Pasal 268.
pada waktu berakhirnya pengampuan karena dihentikan atau karena hal-hal lain, maka pengampu
berkewajiban memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban atas pengurusannya. (KUH perd. 409,
452; IR. 233,)
Pasal 269.
(1) pengadilan negeri berwenang, atas permohonan keluarga orang yang kecelakaan, untuk
memasukkan orang-orang yang karena kelakuannya buruk di bawah pengampuan atau jaksa, demi
ketertiban atau untuk menghindarkan kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena
kelakuan buruk dan boros untuk dibiarkan hidup secara itu atau berbahaya bagi orang-orang lain di
seldtamya, setelah diadakan penyelidikan secara pantas, ke dalam suatu lembaga, rumah sakit
atau tempat-tempat lain yang sesuai untuk ditahan, selama orang itu tidak menunjukkan tanda
perbaikan yang nyata. (RO. 134 dst., 138.)
(2) permohonan-permohonan semacam itu terlepas dari pengampuan yang jika belum diberikan
sebelumnya dan cukup adanya alasan-alasan untuk itu, dapat dimohonkan bersamaan atau
kemudian menurut ketentuan-ketentuan di atas. (KUHPerd 456; IR. 234.)
(3) Sambil menunggu dikeluarkannya keputusan, maka jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman
orang-orang tersebut dalam ayat (1) dapat mengambil tindakan-tindakan yang dipandang perlu
untuk menjaga ketertiban dan keamanan.
Pasal 270.
(s. d. u. dg. S. 1936-131, 132.) Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ayat (1) pasal yang lalu
berlaku juga di karesidenan-karesidenan atau bagian-bagian karesidenan yang ditetapkan oleh
Gubernur Jenderal terhadap orang- orang yang menderita penyakit yang menjijikkan, yang mengemis di
muka umum atau terhadap gelandangan atau yang memanfaatkan keadaan nasibnya untuk
mengganggu orang lain dengan pengertian:
a. bahwa orang-orang semacam itu hanya dapat dimasukkan dalam lembaga-lembaga atau rumahrumah
sakit yang oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan jawatan kesehatan rakyat
yang juga sesudah dirundingkan dengan kepala dinas tersebut, tempat-tempat tersebut dinyatakan
patut, jika perlu dengan syarat-syarat tertentu;
b. bahwa orang-orang yang telah mendapat penetapan hakim menurut ayat (1) dari pasal yang lalu
tidak boleh dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit yang khusus untuk penderita penyakit
menular tertentu sebelum oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan pejabat kesehatan
yang ditugaskan dengan pengawasan kesehatan dalam daerah itu, jika mungkin seorang yang
dalam penyakit itu, secara tertulis dinyatakan mereka benar-benar menderita penyakit menular itu
atau dengan kuat diduga menderita penyakit itu;
c. bahwa pengadilan negeri, atas permohonan yang bersangkutan atau keluarga terdekat atau jaksa
kepala atau jaksa, dapat mengetuarkan mereka dari penahanan dengan cara tersebut di atas, bila
alasan-alasan yang menyebabkan mereka dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit itu sudah
tidak ada lagi dan dipandang tidak perlu lagi untuk ditahan. (IR. 234.)
Pasal 271.
(1) Jika seseorang hilang atau meninggalkan rumahnya tanpa mengatur lebih dulu mengenai
pengurusan harta miliknya, maka tiap pegawai kepolisian wajib dan tiap orang yang berkepentingan
berhak untuk melaporkan hal itu kepada ketua pengadilan negeri, atau jika orang itu bertempat
tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika ketua
pengadilan negeri tidak ada di situ, kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang
yang hilang atau minggat itu. Jaksa itu wajib segera pergi ke rumah orang yang hilang atau
minggat itu disertai pelapor, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan adanya barangbarang
yang tidak diurus itu dilarikan. (KUHperd. 463 dst., 467 dst., bdk. S. 1922-455 jo. S. 1926-
344.)
(2) Tentang tindakan-tindakan itu dibuat berita acara.
(3) Jaksa segera mengirim berita acam itu kepada ketua pengadilan negeri.
(4) Ketua menyampaikan berita acara itu kepada sidang pengadilan yang berikutnya yang kemudian,
jika dipandang perlu, menyerahkan penguasaan barang-barang itu sementara kepada majelis
pengurusan harta peninggalan atau balai harta budel yang bersangkutan ataupun kepada suatu
majeus yang dinyatakan berwenang untuk itu.
(5) Terhadap barang-barang yang menurut peraturan yang berlaku tidak boleh diurus oleh suatu badan
ter-sebut di atas, maka akan dilakukan tindakan-tindakan sebegitu rupa yang dipandang paling
menguntungkan bagi yang berkepentingan.
(6) pengadilan negeri dapat menyerahkan pengurusan barang-barang yang tidak seberapa harganya
kepada keluarga sedarah atau semenda atau suami/isteri orang yang hilang atau minggat itu
dengan satu-satunya kewajiban untuk mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang
yang hilang atau minggat itu jika di kemudian hari Ia kembati dengan dikurangi utang-utangnya,
tanpa suatu penghasilan atau pendapatan.
(7) Jika ketua atau jaksa berhalangan untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam ayat (1) pasal
ini, maka ia dapat menyerahkannya kepada salah seorang anggota pengadilan negeri atau kepada
seorang pejabat bawahannya. (IR. 236.)
Pasal 272.
(s.d.u. dg. S. 1939-715.)
(1) Penetapan-penetapan pengadilan yang dijatuhkan berdasarkan pasal 266, 267, 269, 270 dan 271
dapat dimohonkan banding, tetapi sementara dapat dilaksanakan dengan serta merta.
permohonan banding itu harus diajukan dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah
ditandatanganinya penetapan dan dicatat dengan cara seperti ditentukan untuk keputusan
pengadilan negeri. Raad van Justitie memutus tanpa suatu bentuk acara.
(2) Penetapan-penetapan yang diambil menurut pasal 269 dan 270, dilaksanakan oleh atau atas
perintah jaksa. (IR. 236.)
Bagian 6. Izin Berperkara Tanpa Biaya.
Pasal 273.
Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan untuk berperkara
tanpa biaya. (RO. 72; Rv. 872 dst.; IR. 237.)
Pasal 274.
(1) Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada waktu
mengajukan gugatan tertulis atau lisan seperti diatur dalam pasal 142 dan 144.
(2) Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama dengan jawabannya
seperti diatur dalam pasal 145 atau di hadapan sidang jika belum diajukan sebelumnya, asal
sebelum ada jawaban atas haknya.
(3) permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang tidak mampunya yang
dikeluarkan oleh kepata polisi di tempat tinggal pemohon, yang memuat keterangan pejabat itu
bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan ternyata memang tidak mapu untuk
membayar. (Rv. 875; IR. 238.)
(4) Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk meyakinkan diri
tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan keterangan-keterangan an atau
dengan cara lain.
Pasal 275.
(1) pada hari persidangan, maka pertama-tama ditetapkan apakah permohonan untuk berperkara
tanpa biaya dikabulkan atau tidak.
(2) pihak lawan dapat menentang diterimanya izin berperkara itu, baik mulamula dengan membuktikan
bahwa gugatan atau pembelaan lawannya itu sama sekali tidak beralasan maupun dengan
menunjukkan bahwa ia sebenarnya mampu membayar biaya perkara.
(3) pengadilan negeri dapat atas dasar salah satu alasan itu juga, karena jabatan, menolak
permohonan itu. (Rv. 879 dst.; IR. 239.)
Pasal 276.
(1) Balai harta peninggalan dan balai budel, tanpa mengajukan tanda surat keterangan tidak mampu
sebagai penggugat atau tergugat, diperbolehkan berperkara tanpa biaya jikalau budel yang
diurusnya atau kekayaan orang yang diwakilinya pada waktu perkara dijalankan diperkirakan tidak
akan mencukupi untuk membayar biaya perkaranya.
(2) Mereka pada waktu mengajukan permohonan untuk berperkara tanpa biaya secara singkat
memperlihatkan keadaan kekayaan itu kepada haldm. (KUHperd. 415 dst.; Rv. 891 dst.; IR. 240.)
Pasal 277.
penetapan pengadilan negeri yang mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya tidak dapat dimohonkan
banding atau upaya-upaya hukum lain. (RV. 892; IR. 241.)
Pasal 278.
(1) permohonan untuk berperkara dalam tingkat banding tanpa biaya harus disertai pernyataan tidak
mampu seperti tersebut dalam pasal 274 ayat (3), secara lisan atau tertulis disampaikan kepada
panitera pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama: oleh pihak yang naik banding
dalam waktu empat belas hari setelah keputusan dijatuhkan atau sesudah diberitahukan seperti
dimaksud dalam pasal 190, oleh pihak lawan disampaikan dalam waktu empat belas hari setelah
diberitahukan adanya permohonan banding atau sesudah diberitahukan menurut ayat terakhir pasal
ini.
(2) Jika pemohon bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri, atau panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka ia dapat minta agar
permohonannya dicatat oleh jaksa di tempat tinggalnya atau tempat ia berdiam.
(3) permohonan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang dimaksud dalam pasal 202.
(4) Ketua memerintahkan agar permohonan itu dalam waktu empat belas hari sesudah catatan itu,
diberitahukan kepada pihak lawan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap
di hadapannya. (IR. 242.)
Pasal 279.
(1) Jika pemohon tidak datang menghadap, maka permohonan dinyatakan gu gur.
(2) Pada hari yang telah ditentukan, maka ketua mendengar pemohon dan lawannya, jika datang
menghadap. (IR. 243.)
Pasal 280.
(s.d.u. dg. S. 1937-631.) Berita acara pendengaran dan surat-surat yang berhubungan dengan
perkara tersebut, berita acara persidangan, satu turunan resmi surat keputusan pengadilan dan
ringkasan catatan yang ada di dalam daftar tentang permohonan untuk berperkara, tanpa biaya
dikirimkan oleh panitera pengadilan negeri kepada raad van justitie yang akan memeriksa permohonan
banding itu. (IR. 244.)
Pasal 281.
(1) Raad van justitie memutus tanpa memeriksa para pihak, hanya berdasarkan surat-surat. Dengan
sesuatu alasan seperti tersebut dalam pasal 275, juga karena jabatannya raad van justitie dapat
menolak permohonan itu.
(2) panitera raad van justitie secepat mungkin mengirimkan turunan resmi putusan resmi raad van
justitie tersebut dengan disertai surat-surat seperti tersebut dalam pasal yang lalu kepada ketua
pengadilan negeri yang kemudian memberitahukannya kepada para pihak dengan cara tersebut
dalam pasal 205. (IR. 246.)
TITEL V. Bukti Dalam perkara perdata.
Pasal 282.
Terhadap soal bukti dan penerimaan atau penolakan alat-alat bukti dalam perkara perdata yang menjadi
wewenang hakim distrik, pengadilan distrik, peradilan oleh jaksa dan pengadilan negeri, harus
diperhatikan peraturan-peraturan pokok sebagai berikut: (IR. 162.)
Pasal 283.
Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau
menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu. (KUHperd. 1865; IR. 163.)
Pasal 284.
Alat-alat bukti terdiri dari:
- bukti tertulis, (KUHperd. 1867 dst.; RBg. 285 dst.)
- bukti dengan saksi-saksi,
- persangkaan,
- pengakuan-pengakuan,
- sumpah;
semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal seperti berikut.
(KUHperd. 1866; IR. 164.)
Pasal 285.
Sebuah akta otentik, yaitu yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh
atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta.itu dibuat, merupakan bukti lengkap
antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat
di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu
ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. (KUHperd. 1868, 1870 dst.;
KUHp 380; IR. 165.)
Pasal 286
(1) Akta-akta di bawah tangan adalah akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat,
daftar-daftar, surat-surat mengenai rumah tangga dan surat-surat lain yang dibuat tanpa campur
tangan pejabat pemerintah.
(2) Cap jari yang dibubuhkan di !)awah surat di bawah tangan disamakan dengan tanda tangan asal
disahkan dengan suatu surat keterangan yang bertanggal oleh notaris atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh undang-undang dan menerangkan bahwa ia mengenal pemberi cap jari atau yang
diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap jari dan
bahwa cap jari tersebut dibubuhkan di hadapannya.
(3) pejabat tersebut membukukan surat itu.
(4) pernyataan serta pembukuannya dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam ordonansi atau
menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan. (KUHperd. 1874; S. 1867-29 pasal 1; S. 1916-
46.)
Pasal 287.
(1) Bila dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan, di luar hal seperti tersebut dalam ayat (2) pasal
286, maka surat-surat di bawah tangan yang ditandatangani dapat dilengkapi dengan keterangan
yang bertanggal yang dibuat oleh notaris atau pejabat lain yang ditentukan dalam perundangundangan
yang menyatakan mengenal si penandatangan atau yang telah diperkenalkan kepadanya
dan bahwa isi akta itu telah cwelaskan kepada si penandatangan dan bahwa kemudian tanda
tangan telah dibubuhkan di hadapannya.
(2) Untuk ini berlaku ayat (3) dan (4) pasal yang lalu. (KUHperd. 1874a.)
Pasal 288.
Akta-akta di bawah tangan yang berasal dari orang Indonesia atau orang Timur Asing yang diakui oleh
mereka yang berhubungan dengan pembuatan akta itu atau yang secara hukum diakui sah,
menimbulkan bukti yang lengkap terhadap mereka yang menandatanganinya serta para ahli waris dan
mereka yang mendapat hak yang sama seperti suatu akta otentik. (KUHperd. 1875.)
Pasal 289.
Barangsiapa yang dilawan dengan surat di bawah tangan, wajib secara tegas-tegas mengakui atau
menyangkal tuhsan atau tanda tangannya, tetapi ahli warisnya atau orang yang mendapat hak cukup
dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisannya atau tanda tangan itu sebagai dari orang yang
diwakilinya. (KUHperd. 1876.)
Pasal 290.
Dalam hal seseorang menyangkal tulisannya atau tanda tangannva ata ujika ahli waris atau orang-orang
yang mendapat hak menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim memerintahkan agar diadakan
pemeriksaan di depan sidang terhadap kebenarannya. (KUHperd. 1877.)
Pasal 291.
(1) Surat-surat perjanjian di bawah tangan yang sifatnya sepihak mengenai pelunasan utang dengan
uang tunai atau dengan suatu barang yang dapat dinilai harganya dengan uang, harus seluruhnya
ditulis dengan tangan oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya di bawahnya, kecuali
tanda tangan juga ditulis dengan tangan oleh para penandatangan yang menyatakan
persetujuannya yang menyebutkan dengan tulisan tangan dalam huruf-huruf lengkap jumlah uang
yang harus dibayar atau besarnya ataupun banyaknya barang yang harus diserahkan.
(2) Dengan tidak adanya hal-hal tersebut di atas, maka akta yang ditandatangani itu bila perjanjiannya
disangkal, hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis. (KUHperd. 19022.)
(3) (s.d, u, dg. S. 1938-276.) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku atas perjanjianperjanjian
atas saham-saham dalam suatu pinjaman obligasi; juga atas perjanjian- perjanjian utang
oleh debitur yang dilakukan dalam merdalankan usahanya maupun atas akta-akta di bawah tangan
yang dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287.
(KUHperd 1878; S. 1867-29 pasal 4.)
Pasal 292.
Jika jumlah uang yang disebut dalam akta berbeda dengan yang dalam persetujuan, maka dianggap
perikatan itu dilakukan atas jumlah yang terkecil, meskipun akta dan persetujuan itu seluruhnya ditulis
tangan oleh orang-orang yang mengikat diri, kecuali jika dapat dibuktikan yang mana dari dua bagian
surat itu mengandung kesalahan. (KUHperd. 1879.)
Pasal 293.
Akta-akta di bawah tangan, sepanjang tidak dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal
286 ayat (2) dan pasal 287 mengenai hari tanggalnya, mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak
ketiga sejak hari disahkan dan dibukukan menurut ordonansi S. 1916-46; atau sejak hari orang-orang
atau salah satu dari mereka yang menandatangani akta itu meninggal atau sejak hari terbukti adanya
dengan akta-akta yang dibuat oleh pejahat-pejabat umum; ataupun sejak hari pihak ketiga yang dilawan
dengan akta itu mengakui secara tertulis tentang keberadaannya. (KUHperd. 1880; S. 1916,-46.)
Pasal 294.
(1) Daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga tidak merupakan bukti yang menguntungkan bagi yang
menulisnya; daftar-daftar dan surat-surat itu merupakan bukti terhadapnya:
1
0
. dalam semua hal surat-surat itu dengan tegas-tegas menyebut suatu pembayaran yang telah
diterimanya;
2
0
. bila secara tegas-tegas dinyatakan bahwa keterangan itu dibuat untuk melengkapi kekurangan
dalam titel (alas hak) untuk kepentingan orang yang melakukan perikatan.
(2) Dalam hal-hal lain, maka hakim akan memperhatikannya sejauh dianggapnya patut. (KUHperd.
1881 .)
295. Dihapus dg. S. 1927-576.
Pasal 296.
(s.d. u. dg. S. 1927-576; 1938-276.) Hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan
seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut. (KUHD 7; IR. 167.)
Pasal 297
(1) Catatan-catatan yang dibuat oleh seorang kreditur pada suatu alas-hak yang selalu ada di
tangannya patut dipercaya, meskipun tidak ditandatangani atau diberi tanggal olehnya jika yang
ditulisnya bermaksud membebaskan debitur.
(2) Hal yang sama berlaku atas catatan yang dibubuhkan pada lembar kedua alas-hak itu atau di atas
tanda pembayaran, asal lembar kedua atau tanda pembayaran itu ada di tangan debitur. (KUHperd.
1883.)
Pasal 298.
Pemilik suatu alas hak atas biayanya dapat menuntut pembaharuan daripadanya, jika karena usia atau
sebab lain tulisannya menjadi tidak terbaca. (KUHperd. 1884.)
Pasal 299.
Jika alas-hak itu menjadi milik beberapa orang, maka masing-masing dapat meminta agar alashak
itu dititipkan kepada orang ketiga, dan juga atas biayanya menyuruh membuat turunan atau
kutipannya. (KUHperd. 1885.)
Pasal 300.
Dalam semua tingkat pemeriksaan, maka suatu pihak dapat memohon hakim untuk
memerintahkan pihak lawannya untuk menunjukkan surat-surat milik kedua pihak yang mereka masingmasing
pegang yang bersangkutan dengan pokok sengketa. (KUHperd. 1886.)
Pasal 301.
(1) Kekuatan pembuktian suatu bukti turunan terletak di akta yang asli.
(2) Jika yang asli ada, maka turunan dan kutipannya hanya dapat dipercaya sepanjang itu sesuai
dengan aslinya yang selalu dapat dituntut untuk diperlihatkannya. (KUHperd. 1888.)
Pasal 302.
Jika alas hak asli sudah tidak ada lagi, maka turunannya mempunyai kekuatan pembuktian dengan
mengingat ketentuan-ketentuan berikut:
1
0
. grosse dan turunan yang diberikan pertama mempunyai kekuatan bukti sebagai aslinya; kekuatan
yang sama ada juga pada turunan-turunan yang atas kuasa hakim dibuat di hadapan para pihak
atau mereka yang telah dipanggil dengan sepatutnya, begitu juga yang dibuat di hadapan para
pihak dengan persetuiuan mereka; (Rv. 856.)
2
0
. turunan-turunan yang dibuat tanpa campur tangan hakim atau tanpa persetujuan para pihak dan
sesudah dikeluarkan grosse atau turunan pertama menurut minut akta yang pertama oleh notaris
yang aktanya dibuat di hadapannya atau oleh salah satu penggantinya atau oleh pejabat-pejabat
yang berwenang menyimpan minutnya dan berhak mengeluarkan turunan-turunan, dapat diterima
oleh hakim sebagai bukti lengkap jika aslinya hilang;
3
0
. jika turunan-turunan yang dibuat menurut minutnya tidak dikeluarkan oleh notaris yang membuat
akta atau penggantinya atau pejabat-pejabat umum yang menguasai minut-minut, hanya dapat
berlaku sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan;
4
0
. turunan-turunan otentik dari turunan-turunan otentik atau dari akta-akta di bawah tangan dapat,
melihat keadaan, menimbulkan bukti permulaan tertulis. (KUHperd. 1889, 19022.)
Pasal 303.
Pembukuan sebuah akta di dalam daftar-daftar umum hanya dapat berlaku sebagai permulaan
pembuktian dengan surat. (KUHperd. 1890.)
Pasal 304.
Akta mengenai pengakuan membebaskan seseorang dari kewajibannya untuk mengajukan alas hak
yang asli, asal dari situ ternyata cukup mengenai isi dari alas-alas hak. (KUHperd. 1891.)
Pasal 305
(1) Suatu akta mengenai suatu perjanjian yang menurut undang-undang dapat dimintakan pemyataan
batal atau dibatalkan, dibenarkan atau dikuatkan, hanya berharga jika menyebut perjanjian
pokoknya, begitu pula menyebut alasan-alasan yang memungkinkan dituntutnya pembatalan dan
dengan maksud untuk memperbaiki kekurangan yang menjadi dasar gugatannya.
(2) Jika tidak ada akta pembenaran atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara
sukarela sesudah saat perikatan itu dengan cara yang ada dapat dibenarkan atau dikuatkan.
(3) pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu perikatan dalam bentuk dan
pada saat yang diharuskan undang-undang dipandang sebagai melepaskan upaya serta eksepsi
yang sebenarnya dapat dipergunakan menyangkal akta, dengan tidak mengurangi hak pihak
ketiga. (KUHperd. 1892.)
Pasal 306
Keterangan satu orang saksi tanpa disertai alat bukti lain, menurut hukum tidak boleh dipercaya.
(KUHperd. 1905; IR. 169.)
Pasal 307.
Jika kesaksian-kesaksian beberapa orang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri mengenai berbagai
peristiwa karena keterkaitannya dan hubungannya digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan, maka
hakim mempunyai kebebasan untuk memberi kekuatan pembuktian terhadap kesaksian masing-masing,
segala sesuatu dengan memperhatikan keadaan. (KUHperd. 1906; IR. 170.)
Pasal 308
(1) Tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan mengenai pengetahuan saksi.
(2) pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan pemikiran bukan
merupakan kesaksian. (KUHperd. 1907; IR. 171.)
Pasal 309.
Dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus memperhatikan secara khusus kesesuaian saksi yang
satu dengan yang lain; persamaan kesaksiankesaksian itu dengan hal-hal yang dapat ditemukan
mengenai perkara yang bersangkutan dalam pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi
sehingga Ia dapat mengemukakan hal-hal seperti itu; Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi dan
pada umumnya semua yang sedikit banyak dapat berpengarub atas dapat tidaknya dipercaya.
(KUHperd. 1908; IR. 172.)
Pasal 310.
Persangkaan/dugaan belaka yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh
digunakan hakim dalam memutus suatu perkara jika itu sangat penting, cermat, tertentu dan
bersesuaian satu dengan yang lain. (KUHperd. 1916, 1921 dst.; IR. 173.)
Pasal 311
Pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang
mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus. (KUHperd. 1925; IR. 174.)
Pasal 312
Adalah terserah kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, untuk menentukan kekuatan mana
yang akan diberikannya kepada suatu kesaksian yang diberikan di luar sidang pengadilan. (KUHperd.
1928; IR. 175.)
Pasal 313
Tiap pengakuan harus diterima seutuhnya dan hakim tidak bebas, dengan merugikan orang lain yang
memberi pengakuan, untuk menerima sebagian dan menolak bagian lain, dan hal itu boleh dilakukan
hanya sepanjang orang yang berutang, bermaksud untuk membebaskan diri dengan mengemukakan
hal-hal yang terbukti palsu adanya. (KUHperd. 1924; IR. 176.)
Pasal 314
Dari seorang yang dalam suatu perkara mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya oleh pihak
lawannya atau yang mengembalikan wajib sumpah itu kepada lawannya atau yang oleh hakim
diperintahkan mengangkat sumpah, tidak boleh dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah
diucapkan dengan sumpah sebagai hal yang benar. (KUHperd. 1936; IR. 177.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar