Selasa, 16 Agustus 2011

PENYELESAIAN SENGKETA PHPU DI MAHKAMAH KONSTITUSI





Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam pemungutan suara dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.

Proses pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan melalui beberapa tahapan dimulai dari masa persiapan dan tahap pelaksanaan meliputi, persiapan pemilihan, penyelenggaraan pemilihan, penetapan pemilih, pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan pasangan calon terpilih, pengesahan dan pelantikan.

Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia merupakan pengawal Konstitusi (The Guardian of The Constitution). Pada konteks itu, konstitusi harus dijadikan sebagai landasan dan dilaksanakan secara konsekuen serta konsisten oleh setiap komponen bangsa dan negara. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga sebagai pengawal demokrasi sehingga diharapkan dapat mendorong proses demokratisasi berdasarkan Konstitusi. Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk menegakkan kepastian dan keadilan hukum dalam berdemokrasi, khususnya dalam mengadili dan menyelesaikan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada). MK harus menilai dan memberikan keadilan bagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan demokrasi, termasuk penyelenggaraan Pemilukada, karena demokrasi tidak saja dilakukan berdasarkan atas pergulatan kekuatan politik semata namun lebih jauh dari itu harus dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum, oleh karena itu, setiap keputusan yang diperoleh karena suara terbanyak dapat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi jika terbukti menurut hukum dan keyakinan hakim terdapat pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hukum yang dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan dihadapan pengadilan.

MK telah menegaskan bahwa pemeriksaan dan putusan dalam sengketa Pemilukada tidak sekedar memutus sengketa rekapitulasi penghitungan suara saja tetapi proses dan kualitas penyelenggara Pemilukada yang mempunyai pengaruh dan kaitan dengan hasil perolehan suara. Oleh karena itu, juga akan diperiksa tindakan penyelenggaraan pemilukada, tindakan pasangan calon beserta Tim Suksesnya serta lembaga lainnya yang mempunyai pengaruh pada hasil perolehan suara dari para pasangan calon untuk memastikan dan menjamin agar pelaksanan pemilukada dilakukan sesuai azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Demi tegaknya hukum dan keadilan dan meniadakan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat , maka perlunya pemulihan keadilan. Keadilan bukanlah hasil dari proses awal jika sejak semula mengabaikan proses yang semestinya. Hasil akhir dari proses yang tidak adil bukanlah keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan prinsip keadilan umum (general justice principle). Tidak boleh seorang pun diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain (nullus/nemo commedum copere potest de injuria sua propria).

Adapun dasar hukum dalam penyelesaian sengketa Pemilukada adalah sebagai berikut :


UUD 1945

Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (amandmen ke-3), menyatakan bahwa :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.


MAHKAMAH KONSTITUSI
UU 24 TAHUN 2003

Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (LN RI Tahun 2003 Nomor 98, TLN RI Nomor 4316, yang selanjutnya disingkat UU MK) :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
........
d.            memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum


KEKUASAAN KEHAKIMAN
UU 48 TAHUN 2009

Pasal 29 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk  :
........
d.            memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum



PEMERINTAHAN DAERAH
UU 12 TAHUN 2008 jo UU 32 TAHUN 2004

Pasal 56 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah :
1.       Kepala daerah dan wakil kepala daerah di pilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
2.       Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di usulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang di dukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 59 ayat (1) :
Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah :
a.      Pasangan calon yang di usulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
b.      Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang

Pasal 106 :
1.       Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat ditujukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
2.       Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
3.       ......
4.       Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.

Pasal 236 C :
Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.



PENYELENGGARAAN PEMILU
UU 22 TAHUN 2007

Pasal 1 angka 4 :
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2 :
Penyelenggaraan Pemilu berpedoman kepada asas :
a.  mandiri;
b.  jujur;
c.  adil;
d.  kepastian;
d.  kepastian hukum;
e.  tertib penyelenggara Pemilu;
f.   kepentingan umum;
g.  keterbukaan;
h.  proporsionalitas;
i.   profesionalitas;
j.   akuntabilitas;
k.  efisiensi; dan
l.   efektivitas.

TENTANG KPU KAB/KOTA

Pasal 10 ayat (3) :
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi :
i.              menetapkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerahkabupaten/kota yang telah memenuhi persyaratan;
j.             menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
penjelasannya  : Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam berita acara.
k.            membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
l.              menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
penjelasannya : Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota.
m.           mengumumkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota terpilih dan membuat berita acaranya;
n.            melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada KPU melalui KPU Provinsi;
...........................
s.             melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;





Pasal 10 ayat (4) :
KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
.............
b.            memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan calon secara adil dan setara;

TENTANG PPK

Pasal 44 :
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi :
........
e.            mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
f.             melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu;
g.            mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;
penjelasannya : Pengumuman hasil rekapitulasi dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman kecamatan.
h.            menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta Pemilu;
i.              membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota;
penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”PPK wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah PPK wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.

TENTANG PPS

Pasal 47 :
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi :
...............
k.            mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
penjelasannya : Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara menempelkannya pada sarana pengumuman desa/kelurahan.
l.              menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
penjelasannya : Yang dimaksud dengan “menjaga dan mengamankan”, antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak mengganti, tidak merusak, tidak menghitung surat suara, atau tidak menghilangkan kotak suara.
m.           meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
penjelasannya : Yang dimaksud dengan “meneruskan” adalah membawa dan menyampaikan kotak suara kepada PPK, yang dapat dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan pihak yang berwenang.

TENTANG KPPS

Pasal 49 :
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi :
........
c.             melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
d.            mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
penjelasannya : Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan cara menempelkannya pada TPS dan/atau lingkungan TPS.
..............
f.             menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”menjaga dan mengamankan”, antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak mengganti, tidak merusak, atau tidak menghilangkan kotak suara yang telah berisi suara yang telah dicoblos dan setelah kotak suara disegel.
g.            membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS;
penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”KPPS wajib menyerahkannya kepada saksi” adalah KPPS wajib memberikan berita acara dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
h.            menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan;
i.              menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama;



PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
PP 49 TAHUN 2008 jo PP 6 TAHUN 2005

Pasal 1 angka (1) :
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.



Pasal 1 ayat (9) :
Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dan/atau oleh calon perseorangan yang telah memenuhi persyaratan.

Pasal 36 ayat (1) :
Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
a.            pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik; dan/atau
b.            pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.

Pasal 60 :
Dalam pelaksanaan kampanye, pasangan calon atau tim kampanye dilarang :
.........
d.            menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat, dan/atau Partai Politik
......
h.            menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah

Pasal 61 ayat (1) :
Dalam kampanye, pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan:
a.            hakim pada semua peradilan;
b.            pejabat BUMN/BUMD;
c.             pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri; dan
d.            kepala desa.

Pasal 64 ayat (1) :
Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.

Pasal 70 ayat (4) :
Pelaksanaan pemungutan suara dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 13.00 waktu setempat.

Pasal 75 :
(1)    Jumlah surat suara pemilihan pasangan calon dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap dan ditambah paling banyak 2,5 % (dua setengah perseratus) dari jumlah pemilih tersebut.
(2)    Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara pemilih yang keliru memilih pilihannya serta surat suara yang rusak.
(3)    Penggunaan tambahan suarat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuatkan berita acara.

Pasal 78 ayat (1) :
Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang.


Pasal 90 ayat (1) :
Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan :
a.       Penghitungan suara dilakukan secara tertutup
b.      Penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya
c.       Saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas
d.      Penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan
e.      Terjadi ketidak konsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.

Pasal 91 ayat (2) :
Pemungutan suara di TPS dapat diulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan PPK terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan :
a.       Pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata  cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
b.      Petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan.
c.       Lebih dari seorang pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
d.      Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah
e.      Lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih, mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS.

Pasal 92 :
Penghitungan suara dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91, diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.

Pasal 132A :
(1)          Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang:
a.             melakukan mutasi pegawai;
b.            membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;
c.             membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
d.            membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
(2)          Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.



PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
P.KPU15 TAHUN 2008

Pasal 1 ayat (1) :
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2 :
Peserta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, adalah :
a.            Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan sebagai satu kesatuan; dan
b.            Pasangan calon perseorangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi persyaratan secara berpasangan sebagai satu kesatuan.

Pasal 11 ayat (4) :
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam pendaftaran bakal pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik bertugas :
a.            menerima berkas pendaftaran dari bakal pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik yang bersangkutan.
b.            mencatat dalam buku registrasi :
1) .          nama bakal pasangan calon;
2).           hari, tanggal dan waktu penerimaan;
3).           alamat dan nomor telepon bakal pasangan calon;
c.             memeriksa berkas kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
d.            memberikan tanda bukti penerimaan pendaftaran sebagai bakal pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik;

pasal 37 ayat (1) :
Berdasarkan hasil penelitian, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan nama-nama pasangan calon yang memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sekurang-kurangnya 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam Berita Acara penetapan pasangan calon.


Pasal 38 ayat (2) :
Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat.



PEDOMAN BERACARA DALAM PHPU KEPALA DAERAH
PMK 15 TAHUN 2008


PARA PIHAK
Pasal 3 ayat (1) :
Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam perselisihan hasil pemilukada adalah :
a.      Pasangan calon sebagai Pemohon
b.      KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota sebagai Termohon
Sedangkan yang dimaksud dengan :
*      Pasangan Calon adalah pasangan calon peserta Pemilukada (Pasal 1 ke-7)
*      Pemohon adalah pasangan calon Pemilukada (Pasal 1 ke-9)


OBJEK PERSELISIHAN
Pasal 4 :
Objek perselisihan Pemilukada adalah hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yang mempengaruhi :
a.       Penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada, atau
b.      Terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah


TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal  5 ayat (1) :
Permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan suara Pemilukada diajukan ke Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil perhitungan suara Pemilukada di daerah yang bersangkutan

Pasal 6 ayat (2) :
                Permohonan sekurang-kurangnya memuat :
a.       Identitas lengkap pemohon yang dilampiri fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan bukti sebagai peserta Pemilukada
b.      Uraian yang jelas mengenai :
1.       Kesalahan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon
2.       Permintaan/petitum untuk membatalkan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon
3.       Permintaan/petitum untuk menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon
               

PERSIDANGAN
Pasal 8 :
(1)    .....
(2)    Proses pemeriksaan persidangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a.       Penjelasan permohonan dan perbaikan apabila dipandang perlu
b.      Jawaban Termohon
c.       Keterangan Pihak Terkait apabila ada
d.      Pembuktian oleh Pemohon, Termohon dan pihak terkait
e.      Kesimpulan

(3)    Untuk kepentingan pembuktian, Mahkamah dapat melakukan pemeriksaan melalui persidangan jarak jauh (video conference)
(4)    Untuk kepentingan pemeriksaan, Mahkamah dapat menetapkan putusan sela yang terkait dengan penghitungan suara ulang


ALAT BUKTI
Pasal 9 :
                Alat bukti dalam perselisihan hasil Pemilukada dapat berupa :
a.       Keterangan para pihak
b.      Surat atau tulisan
c.       Keterangan saksi
d.      Keterangan ahli
e.      Petunjuk
f.        Alat bukti lain berupa informasi dan/atau komunikasi elektronik


SURAT
Pasal 10 ayat (1) :
                Alat bukti surat atau tulisan terdiri atas :
a.       Berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan suara dari Tempat Pemilihan Suara (TPS)
b.      Berita acara dan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari Panitia Pemungutan Suara (PPS)
c.       Berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah suara dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)
d.      Berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP Provinsi atau Kabupaten/Kota
e.      Berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota
f.        Berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP Provinsi
g.       Penetapan calon terpilih dari KPU/KIP Provinsi atau Kabupaten/Kota
h.      Dokumen tertulis lainnya


SAKSI
Pasal 11 :
(1)    Saksi dalam perselisihan hasil Pemilukada terdiri atas :
a.       Saksi resmi peserta Pemilukada
b.      Saksi pemantau Pemilukada
(2)    Mahkamah dapat memanggil saksi lain yang diperlukan, antara lain, panitia pengawas pemilihan umum atau kepolisian
(3)    Saksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah saksi yang melihat, mendengar atau mengalami sendiri proses penghitungan suara yang diperselisihkan


PUTUSAN
Pasal 13 :
(1)    Putusan mengenai perselisihan hasil Pemilukada diucapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi
(2)    .....
(3)    Amar putusan dapat menyatakan :
a.       Permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Peraturan ini
b.      Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Mahkamah
c.       Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan.


-----------------------------------------------------------

Mahkamah Konstitusi membedakan berbagai pelanggaran ke dalam tiga kategori, yaitu :
1.       Pelanggaran dalam proses yang tidak berpengaruh atau tidak dapat ditaksir pengaruhnya terhadap hasil suara Pemilu atau Pemilukada seperti pembuatan baliho, kertas simulasi yang menggunakan lambang, dan alat peraga yang tak sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan. Untuk jenis pelanggaran yang seperti ini Mahkamah tidak dapat menjadikannya sebagai dasar pembatalan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU atau KPU Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal ini sepenuhnya menjadi ranah peradilan umum dan/atau PTUN.

2.       Pelanggaran dalam proses Pemilu atau Pemilukada yang berpengaruh terhadap hasil Pemilu atau Pemilukada seperti money politic, keterlibatan oknum pejabat atau PNS, dugaan pidana Pemilu, dan sebagainya. Pelanggaran yang seperti ini dapat membatalkan hasil Pemilu atau Pemilukada sepanjang berpengaruh secara signifikan, yakni karena terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang ukuran-ukurannya telah ditetapkan dalam berbagai putusan Mahkamah. Pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya tidak signifikan memengaruhi hasil Pemilu atau Pemilukada seperti yang bersifat sporadis, parsial, perorangan, dan hadiah-hadiah yang tidak bisa dibuktikan pengaruhnya terhadap pilihan pemilih tidak dijadikan dasar oleh Mahkamah untuk membatalkan hasil penghitungan suara oleh KPU/KPU Provinsi/Kabupaten/Kota.

3.       pelanggaran tentang persyaratan menjadi calon yang bersifat prinsip dan dapat diukur (seperti syarat tidak pernah dijatuhi pidana penjara dan syarat keabsahan dukungan bagi calon independen) dapat dijadikan dasar untuk membatalkan hasil Pemilu atau Pemilukada karena ada pesertanya yang tidak memenuhi syarat sejak awal;


beberapa bentuk terjadinya pelanggaran yang sistematis, terstruktur dan masif :
*      Sistematis
Pola kecurangan ini dilakukan oleh jaringan penyelenggara (PPK,PPS,KPPS) dengan memanfaatkan lemahnya koordinasi dan celah hukum serta peraturan pelaksanaan Pemilukada di setiap tingkatan, baik pihak penyelenggara dari pucuk (KPU Kabupaten/Kota) sampai dengan yang paling rendah (KPPS).
Pelanggaran yang sistematis yaitu adanya pelanggaran money politic secara terorganisasi, terstruktur dan terencana dengan sangat baik sejak awal yaitu dengan melakukan persiapan pendanaan secara tidak wajar untuk membayar relawan, melakukan rekrutmen warga sebagai relawan yang dipersiapkan dengan organisasi yang tersusun dari tingkatan paling atas, Pasangan Calon, Tim Kampanye, sampai dengan para relawan di tingkat RT.

*      Terstruktur
Pola kecurangan ini dilakukan oleh pihak penyelenggara yang memanfaatkan struktur PPK, PPS, KPPS untuk melakukan pembangkangan dan pembiaran terhadap ketidaktaatan pihak penyelenggara kepada semua aturan dan peraturan yang menaungi pelaksanaan Pemilukada.

*      Masif
Pola kecurangan ini dilakukan oleh seluruh perangkat, baik pihak penyelenggara dari tingkat Puncak (KPU Kabupaten/Kota/Provinsi) sampai ke tingkat paling rendah (KPPS) di setiap Tempat Pemungutan Suara.
terjadi secara meluas di seluruh Desa/Kecamatan/Kabupaten/Kota, serta dilakukan secara berjenjang dari tingkatan paling atas mulai dari Pasangan Calon, Tim Kampanye dan seluruh Tim Relawan sampai dengan tingkatan paling rendah di tingkat RT.




Ada beberapa kecurangan yang sering terjadi dalam sengketa Pemilukada, diantaranya :
1.       Sejak awal pasangan calon tidak memenuhi syarat sebagai calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang dikarenakan calon telah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht) karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Pasal 58 huruf f UU 12/2008 jo Pasal 38 ayat (1) huruf f PP 6/2005 jo Pasal 10 ayat (1) huruf n Peraturan KPU 68/2009). Hal ini jelas melanggar asas “jujur” dalam penyelenggaraan pemilu dengan bersikap tidak jujur, tidak beritikad baik dalam menyembunyikan statusnya sebagai narapidana/mantan narapidana dengan harapan supaya dapat mencalonkan diri sebagai calon Kepala Daerah atau calon Wakil Kepala Daerah.

2.       Terdapat pelanggaran-pelanggaran hak-hak perseorangan untuk menjadi calon (right to be candidate) yang tidak boleh diabaikan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

3.       Acara-acara atau pertemuan internal konsolidasi pemenangan salah satu pasangan calon yang dihadiri serta di ikuti dengan pembagian uang kepada para camat, kepala desa dan tokoh masyarakat, dimana tindakan ini telang melanggar prinsip netralitas PNS dan pejabat birokrasi serta kepala desa, dan menunjukan adanya keaktifan PNS dalam pemenangan salah satu pasangan calon yang terstruktur, sistematis dan masif dalam Pemilukada untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Hal ini jelas melanggar prinsip pemilu yang luber dan jurdil. Ada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi terkait pelanggaran yang terstruktur dengan melibatkan pejabat dan PNS dalam Pemilukada untuk memenangkan salah satu pasangan calon :
a.       Pemilukada Kab.Gresik (No.28/PHPU.D-VIII/2010, tgl 24 Juni 2010)
b.      Pemilukada Kota Surabaya (No.31/PHPU.D-VIII/2010, tgl 30 Juni 2010)
c.       Pemilukada Kota Manado (No.144/PHPU.D-VIII/2010, tgl 3 September 2010
d.      Pemilukada Kab.Pandeglang (No.190/PHPU.D-VIII/2010, tgl 4 Nopember 2010)
e.      Pemilukada Kota Tangsel (No.209-210/PHPU.D-VIII/2010, tgl 10 Desember 2010)

4.       Adanya forum pertemuan resmi aparatur Pemerintah Daerah, yaitu para pengurus RT/RW, Kepala Desa, dan lainnya yang disertai dengan pemberian uang maupun barang tertentu, dalam hal salah satu pasangan calon adalah incumbent, dimana baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meminta dukungannya agar rencana program pemerintah daerah yang juga menjadi program kampanyenya dapat dilaksanakan jika yang bersangkutan terpilih. Selain itu adanya pemanfaatan organisasi untuk mensosialisasikan dan mengkampanyekan program kerja pasangan calon incumbent secara terstruktur dan berjenjang yang melibatkan banyak aparatur pemerintahan daerah mulai dari tingkat Kabupaten/Kota hingga tingkat RT/RW yang telah dilakukan melalui perencanaan yang sistematis dan matang. Hal ini jelas adanya penyalahgunaan struktur organisasi oleh pasangan calon yang incumbent.

5.       Telah terjadi tekanan, ancaman atau intimidasi kepada masyarakat yang menimbulkan ketakutan bagi pemilih sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas sesuai hati nuraninya, hal ini mencederai demokrasi dan merupakan pelanggaran terhadap salah satu prinsip Pemilu yaitu “bebas” dalam menentukan hak pilihnya sebagai warga negara sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, diantaranya :
a.       Ancaman dan intimidasi yang dilakukan oleh Tim Sukses Pasangan Calon yang tidak hanya terhadap masyarakat biasa tapi juga kepada (kepala desa, camat atau pejabat lainnya dengan ancaman dipecat, mutasi atau sebagainya).
b.      Memberikan janji yang tidak masuk akal kepada masyarakat, walaupun hanya merupakan visi dan misi kampanye tetapi janji tersebut tidak akan mungkin terlaksana.

6.       Adanya pembukaan kotak suara tanpa disaksikan oleh para saksi dan adanya kotak suara yang terbuka dan tidak tersegel. Hal ini jelas menunjukkan adanya ketidakhati-hatian penyelenggara Pemilukada dalam penyelenggaraan Pemilukada.

7.       Dirubahnya perolehan suara masing-masing pasangan calon di setiap tingkatan penghitungan suara, sehingga dokumen formulir hasil penghitungan suara yang tercantum dalam formulir model (C-KWK.KPU, DA-KWK.KPU, DA.Plano, C-2 Plano) patut di duga keotentikannya.

8.       Dalam hal perhitungan dan rekapitulasi suara yang merupakan hasil dari proses yang tidak benar, karena diwarnai dengan adanya pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan birokrasi dan penyelenggaraan pemilu, sehingga mempengaruhi hasil perhitungan suara, yaitu tindakan yang dilakukan oleh KPU Kab/Kota beserta jajarannya PPK, PPS dan KPPS dilakukan sebelum, pada saat dan setelah pelaksanaan pemungutan suara, yakni (sebelum, tanggal pemilihan, sesudah pemilihan) yang mencederai rasa keadilan dan telah mengabaikan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang mengharuskan Pemilukada secara demokratis, dan tidak melanggar asas-asas pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Serta tidak menjalankan fungsi dan jabatannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Pemilukada yang demokratis berdasarkan ketentuan hukum dan asas pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil tidak tercapai dan penyelenggaraan pemilu yang tidak netral dan memihak kepada salah satu Pasangan Calon, sehingga merugikan perolehan suara Pasangan Calon lainnya.

9.       Kurangnya pengawasan oleh Panwaslukada maupun jajarannya yang tidak berperan aktif dan menjalankan tugasnya secara efektif dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilukada, sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran tahapan Pemilukada dan terhadap kepastian hasil Pemilukada, yang dikarenakan terjadinya beberapa pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan-kecurangan yang signifikan terjadi pada tahapan-tahapan pemilihan, diantaranya :

*      Adanya warga masyarakat yang mempunyai hak pilih tetapi tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) maupun Daftar Pemilih Tetap (DPT)
*      Tidak mendapatkan undangan untuk memilih pada hari pemilihan walaupun sudah terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)
*      Adanya orang yang memilih dua kali
*      Adanya orang yang belum cukup umur dan belum menikah tetapi ikut memilih
*      Adanya pemberian barang atau uang kepada pemilih dengan perjanjian harus memilih Pasangan Calon tertentu
*      Adanya intimidasi supaya memilih Pasangan Calon tertentu
*      Adanya ketidakcocokan antara jumlah surat suara secara keseluruhan dan jumlah surat suara yang sah, yang rusak atau batal dan yang tersisa
*      Adanya orang yang tidak terdaftar sebagai pemilih tetap sehingga tidak mendapat undangan, namun memilih dengan menggunakan nama undangan pemilih lain/penggunaan kartu undangan oleh orang yang tidak berhak

10.    
 by :
AsB



Tidak ada komentar:

Posting Komentar