Selasa, 16 Agustus 2011

LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999



Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari :
1.            perjanjian yang dilarang;
2.            kegiatan yang dilarang;
3.            posisi dominan;
4.            Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5.            penegakan hukum;
6.            ketentuan lain-lain.

Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan :
1.       untuk menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen
2.       menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang
3.       mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha
4.       serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.


Monopoli adalah (Pasal 1 angka 1) :
Ø  penguasaan atas produksi, dan atau
Ø  pemasaran barang, dan atau
Ø  atas penggunaan jasa tertentu
Ø  oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

Praktek monopoli adalah (Pasal 1 angka 2) :
Ø  pemusatan kekuatan ekonomi
Ø  oleh satu atau lebih pelaku usaha
Ø  yang mengakibatkan dikuasainya produksi, dan atau
Ø  pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
Ø  sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Pemusatan kekuatan ekonomi adalah  (Pasal 1 angka 3) :
Ø  penguasaan yang nyata
Ø  atas suatu pasar bersangkutan
Ø  oleh satu atau lebih pelaku usaha
Ø  sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.

Posisi dominan adalah (Pasal 1 angka 4) :
Ø  keadaan di mana pelaku usaha
Ø  tidak mempunyai pesaing yang berarti
Ø  di pasar bersangkutan
Ø  dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan
Ø  dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

Pelaku usaha adalah (Pasal 1 angka 5) :
Ø  setiap orang perorangan atau badan usaha,
Ø  baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum
Ø  yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
Ø  baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
Ø  menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Persaingan usaha tidak sehat adalah (Pasal 1 angka 6) :
Ø  persaingan antar pelaku usaha
Ø  dalam menjalankankegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
Ø  yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Perjanjian adalah (Pasal 1 angka 7) :
Ø  suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
Ø  untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
Ø  dengan nama apa pun,
Ø   baik tertulis maupun tidak tertulis.

Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah (Pasal 1 angka 8) :
Ø  bentuk kerjasama
Ø  yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain
Ø  dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan
Ø  bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

Pasar adalah (Pasal 1 angka 9) :
Ø  lembaga ekonomi
Ø  di mana para pembeli dan penjual
Ø  baik secara langsung maupun tidak langsung
Ø  dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.

Pasar bersangkutan adalah (Pasal 1 angka 10) :
Ø  pasar
Ø  yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu
Ø  oleh pelaku usaha
Ø  atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi
Ø  dari barang dan atau jasa tersebut.

Struktur pasar adalah (Pasal 1 angka 11) :
Ø  keadaan pasar
Ø  yang memberikan petunjuk
Ø  tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar,
Ø  antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.

Perilaku pasar adalah (Pasal 1 angka 12) :
Ø  tindakan
Ø  yang dilakukan oleh pelaku usaha
Ø  dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa
Ø  untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.

Pangsa pasar adalah (Pasal 1 angka 13) :
Ø  persentase
Ø  nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu
Ø  yang dikuasai oleh pelaku usaha
Ø  pada pasar bersangkutan
Ø  dalam tahun kalender tertentu.

Harga pasar adalah (Pasal 1 angka 14) :
Ø  harga yang dibayar
Ø  dalam transaksi barang dan atau jasa
Ø  sesuai kesepakatan antara para pihak
Ø  di pasar bersangkutan.

Konsumen adalah Pasal 1 angka 15) :
Ø  setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa
Ø  baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.

Barang adalah (Pasal 1 angka 16) :
Ø  setiap benda,
Ø  baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,
Ø  yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan
Ø  oleh konsumen atau pelaku usaha.

Jasa adalah (Pasal 1 angka 17) :
Ø  setiap layanan
Ø  yang berbentuk pekerjaan atau prestasi
Ø  yang diperdagangkan dalam masyarakat
Ø  untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah (Pasal 1 angka 18 ) :
Ø  komisi
Ø  yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha
Ø  dalam menjalankan kegiatan usahanya
Ø  agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pengadilan Negeri adalah (Pasal 1 angka 19) :
Ø  pengadilan,
Ø  sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang berlaku,
Ø  di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.


PERJANJIAN YANG DILARANG

Oligopoli

(Pasal 4) :
(1)          -              Pelaku usaha
-              dilarang membuat perjanjian
-              dengan pelaku usaha lain
-              untuk secara bersama-sama
-              melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
-              yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2)          -              Pelaku usaha
-              patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
-              melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1),
-              apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
-              menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.


Penetapan Harga

Pasal 5 :
(1)          -              Pelaku usaha
-              dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
-              untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
-              yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

(2)          Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a.            suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b.            suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Pasal 6 :
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
-          untuk barang dan atau jasa yang sama.

Pasal 7 :
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pelaku usaha pesaingnya
-          untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 8 :
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pelaku usaha lain
-          yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya,
-          dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan
-          sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.


Pembagian Wilayah

Pasal 9 :
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pelaku usaha pesaingnya
-          yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa
-          sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Penjelasan :
Perjanjian dapat bersifat vertikal atau horizontal. Perjanjian ini dilarang karena pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan cara membagi wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran dapat berarti wilayah negara Republik Indonesia atau bagian wilayah negara Republik Indonesia misalnya kabupaten, provinsi, atau wilayah regional lainnya. Membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan dari siapa saja dapat memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa.


Pemboikotan

Pasal 10 :
(1)    -     Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian,
-          dengan pelaku usaha pesaingnya,
-          yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
-          baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

(2) -      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
-      untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a.            merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b.            membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan

Kartel

Pasal 11
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian,
-          dengan pelaku usaha pesaingnya,
-          yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,
-          yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Trust

Pasal 12
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
-          dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,
-          dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya,
-          yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,
-          sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Oligopsoni

Pasal 13
(1)    -     Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pelaku usaha lain
-          yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
-          agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan,
-          yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2)          -              Pelaku usaha
-              patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
-              menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
-              menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.


Integrasi Vertikal

Pasal 14 :
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pelaku usaha lain
-          yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumiah produk
-          yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu
-          yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung,
-          yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

Penjelasan :
                        Yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu.
Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.


Perjanjian Tertutup

Pasal 15 :
(1)          -              Pelaku usaha
-              dilarang membuat perjanjian
-              dengan pelaku usaha lain
-              yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

Penjelasan :
Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing).

(2)          -              Pelaku usaha
-              dilarang membuat perjanjian
-              dengan pelaku usaha lain
-              yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

(3)          -              Pelaku usaha
-              dilarang membuat perjanjian
-              mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa,
-              yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a.            harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usalia pemasok; atau
b.            tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari peliku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.




Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

Pasal 16 :
-          Pelaku usaha
-          dilarang membuat perjanjian
-          dengan pihak lain di luair negeri
-          yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.



KEGIATAN YANG DILARANG

Monopoli

Pasal 17
(1) -        Pelaku usaha
      -        dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
      -        yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) -        Pelaku usaha
-        patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
a.            barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau
b.            mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usahabarang dan atau jasa yang sama; atau
                Penjelasan :
Yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan
c.             satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.


Monopsoni

Pasal 18
(1) -        Pelaku usaha
-        dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa
-        dalam pasar bersangkutan
-        yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) -        Pelaku usaha
-        patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal         sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      -        apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
      -        menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.




Penguasaan Pasar

Pasal 19
-          Pelaku usaha
-          dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,
-          baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,
-          yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. -          menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu
     -         untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
                Penjelasan :
Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras, status sosial, dan lain-lain.
b.  -        menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya
     -         untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c.  -         membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa
     -         pada pasar bersangkutan; atau

d. -         melakukan praktek monopoli
     -         terhadap pelaku usaha tertentu.

Pasal 20
-          Pelaku usaha
-          dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa
-          dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah
-          dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya
-          di pasar bersangkutan
-          sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21
-          Pelaku usaha
-          dilarang melakukan kecurangan
-          dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya
-          yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa
-          yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Penjelasan :
Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.





Persekongkolan

Pasal 22
-          Pelaku usaha
-          dilarang bersekongkol dengan pihak lain
-          untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender
-          sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Penjelasan :
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa.

Pasal 23
-          Pelaku usaha
-          dilarang bersekongkol dengan pihak lain
-          untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya
-          yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan
-          sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24
-          Pelaku usaha
-          dilarang bersekongkol dengan pihak lain
-          untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya
-          dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan
-          menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.



POSISI DOMINAN

Umum

Pasal 25
(1) -        Pelaku usaha
      -        dilarang menggunakan posisi dominan
      -        baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :
a. -          menetapkan syarat-syarat perdagangan
    -          dengan tujuan
    -          untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing,
    -          baik dari segi harga maupun kualitas; atau

b.            membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

c. -          menghambat pelaku usaha lain
    -          yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

(2) -        Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila :
a. -          satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
-          menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu; atau
b. -         dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
-          menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.

Jabatan Rangkap
Pasal 26
-          Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan,
-          Pada waktu yang bersamaan
-          dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain,
-      apabila perusahaan-perusahaan tersebut :
a.            berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b.            memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
                Penjelasan :
Perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat apabila perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran.
c.             secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.


Pemilikan Saham

Pasal 27
-          Pelaku usaha
-          dilarang memiliki saham mayoritas
-          pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha
-          dalam bidang yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama
-          pada pasar bersangkutan yang sama,
-          apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :
a. -          satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
-          menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu;
b. -         dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
-          menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.


Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan

Pasal 28
(1) -        Pelaku usaha
      -        dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha
      -        yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.



                Penjelasan :
Badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum (misalnya perseroan terbatas) maupun bukan badan hukum yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.

(2) -        Pelaku usaha
      -        dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
      -        apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(3)          ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 29
(1) -        Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
      -        yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu,
      -        wajib diberitahukan kepada Komisi,
      -        selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atua pengambilalihan tersebut.

(2)          Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.





KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

Tugas

Pasal 35
Tugas Komisi meliputi :
a.            melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b.            melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c.             melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d.            mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e.            memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f.             menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g.            memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.


Wewenang

Pasal 36
Wewenang Komisi meliputi :
a.            menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b.            melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c.             melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d.            menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e.            memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f.             memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g.            meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf c, dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
                Penjelasan :
Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.
h.            meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini;
i.              mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j.             memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
k.            memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l.              menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.



TATA CARA PENANGANAN PERKARA

Pasal 38
(1) -        Setiap orang
-        yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini
      -        dapat melaporkan secara tertulis kepada Kommisi,
      -        dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.

(2) -        Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang ini    
-        dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi
-        dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan,
-        dengan menyertakan identitas pelapor.

(3)          Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan oleh Komisi.

(4)          Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
                lebih lanjut oleh Komisi.


Pasal 39
(1) -        Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2),
      -        Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan dan
      -        dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan,
      -        Komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.

(2) -        Dalam pemeriksaan lanjutan,
      -        Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.

(3) -        Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi
      -        yang diperoleh dari pelaku usaha
      -        yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.

(4)          Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan atau pihak lain.

(5) -        Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4),
      -        anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.




Pasal 40
(1) -        Komisi dapat melakukan pemeriksaan
      -        terhadap pelaku usaha
      -        apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini
      -        walaupun tanpa adanya laporan.

(2)          Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.


Pasal 41
(1) -        Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa
      -        wajib menyerahkan alat bukti
      -        yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.

(2) -        Pelaku usaha
-        dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.

(3) -        Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2),
      -        oleh Komisi diserahkan kepada penyidik
      -        untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Pasal 42
Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa :
a.            keterangan saksi;
b.            keterangan ahli;
c.             surat dan atau dokumen;
d.            petunjuk;
f.             keterangan pelaku usaha.


Pasal 43
(1) -        Komisi
      -        wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan
      -        selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
      -        sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).

(2) -        Bilamana diperlukan,
      -        jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      -        dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) -        Komisi
      -        wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini
      -        selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
      -        terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).


(4) -        Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
      -        harus dibacakan dalam suatu sidang
      -        yang dinyatakan terbuka untuk umum dan
      -        segera diberitahukan kepada pelaku usaha.


Pasal 44
(1) -        Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4),
      -        pelaku usaha wajib
      -        melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi.

(2) -        Pelaku usaha
      -        dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri
      -        selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.

(3) -        Pelaku usaha
-        yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
-        dianggap menerima putusan Komisi.

(4) -        Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha,
      -        Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik
      -        untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5)          Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.


Pasal 45
(1) -        Pengadilan Negeri
      -        harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), 
      -        dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut.

(2) -        Pengadilan Negeri
-        harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.

(3) -        Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
      -        dalam waktu 14 (empat belas) hari
      -        dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(4)          Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
                permohonan kasasi diterima.



Pasal 46
(1) -        Apabila tidak terdapat keberatan,
      -        putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3),
      -        telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

(2)          Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.


Tindakan Administrasi

Pasal 47
(1) -        Komisi
      -        berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
      -        terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

(2)          Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a.            penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai                              dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16 dan atau
b.            perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
                Penjelasan :
Penghentian integrasi vertikal antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksinya.
c.             perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
                Penjelasan :
Yang diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan.
d.            perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e.            penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f.             penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
                Penjelasan :
Ganti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan
g.            pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).


Pidana Pokok

Pasal 48
(1)          Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2)          Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3)          Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.





Pidana Tambahan

Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :
a.            pencabutan izin usaha; atau
b.            larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.             penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada
                pihak lain.


KETENTUAN LAIN

Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah :
a.            perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
b.            perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
c.             perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
d.            perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e.            perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
f.             perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g.            perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h.            pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
                Penjelasan :
Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil adalah sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
i.              kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
                Penjelasan :
Yang dimaksud dengan melayani anggotanya adalah memberi pelayanan hanya kepada anggotanya dan bukan kepada masyarakat umum untuk pengadaan kebutuhan pokok, kebutuhan sarana produksi termasuk kredit dan bahan baku, serta pelayanan untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar