Sabtu, 29 Oktober 2011

AKUISISI SAHAM PT - BANK


Peraturan Yang Berkaitan dengan Akuisisi/Pengambilalihan

1.        Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
2.        Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
3.        Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
4.        Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
5.        Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah
6.        Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, Dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
7.        Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, Dan Akuisisi Bank
8.        Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum
9.        Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat




AKUISISI PERSEROAN TERBATAS

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum untuk mengambilalih saham Perseroan. (Pasal 1 angka 11 UU No. 40 Tahun 2007)





Perubahan anggaran dasar dalam rangka pengambilalihan berlaku sejak tanggal Persetujuan Menteri atau ditetapkan dalam Persetujuan Menteri atau ditetapkan dalam akta pengambilalihan. (Pasal 26 UU No. 40 Tahun 2007)






RUPS untuk menyetujui Pengambilalihan, dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS.
Kuputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran. (Pasal 89 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 27 Tahun 1998).

Dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS.
Keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. (Pasal 89 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007).

Mengenai kuorum kehadiran atau tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka. Dalam hal persyaratan tersebut tidak tercapai maka syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal (Pasal 89 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 6 ayat (3) PP No. 27 Tahun 1998).






Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham. (Pasal 125 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007).

Dalam hal pengambilalihan oleh Badan Hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan Pengambilalihan keputusan RUPS. (Pasal 125 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 30 PP No. 27 Tahun 1998).

Direksi Perseroan yang akan diambilalih dan Perseroan yang akan mengambilalih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun Rancangan Pengambilalihan. (Pasal 125 ayat (6) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 26, Pasal 27 PP No. 27 Tahun 1998).

Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat Rancangan Pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan atau kesepakatan para pihak dan wajib memperhatikan anggaran dasar perseroan dan perjanjian oleh Perseroan dengan pihak lain. (Pasal 125 ayat (7) dan ayat (8) UU No. 40 tahun 2007).






Perbuatan hukum pengambilalihan wajib memperhatikan kepentingan : Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan, Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. (Pasal 126 ayat (1) UU No. 4o Tahun 2007 jo. Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 PP No. 27 Tahun 1998).






Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Pengambilalihan, berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga wajar saham dari Perseroan. Dan pelaksanaan hak ini tidak menghentikan proses Pengambilalihan. (Pasal 126 ayat (2) dan ayat (3) UU No 40 tahun 2007).






Direksi Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan, wajib mengumumkan ringkasan Rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. (Pasal 127 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 29 PP No. 27 Tahun 1998).

Direksi wajib menyampaikan dengan surat tercatat Rancangan Pengambilalihan kepada seluruh Kreditor paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham. (Pasal 33 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998).






Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai Pengambilalihan seseuai dengan Rancangan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana Pengambilalihan yang telah dituangkan dalam Rancangan tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut Kreditor tidak mengajukan keberatan, Kreditor dianggap menyetujui Pengambilalihan. (Pasal 127 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 40 tahun 2007 jo. Pasal 33 ayat (2) dan (3) PP No. 27 Tahun 1998).






Dalam hal keberatan Kreditor tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapatkan penyelesaian. Selama penyelesaian belum tercapai, Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan. (Pasal 127 ayat (6) dan ayat (7) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 33 ayat (4) dan (5) PP No. 27 Tahun 1998).

Ketentuan pada ayat 4, 5, 6, dan 7, mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dari Perseroan. (Pasal 127 ayat (8) UU No. 40 Tahun 2007).

 


Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Pengambilalihan yang dibuat dihadapan notaris dalam Bahasa Indonesia. (Pasal 128 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 31 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998).

Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia. (Pasal 28 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 31 ayat (2) PP No. 27 Tahun 1998).






Salinan Akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar. (Pasal 131 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007).

Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan Akta Pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham. (Pasal 131 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007).






Direksi Perseroan yang menerima atau Direksi Perseroan hasil Pengambilalihan saham, wajib mengumumkan hasil Pengambilalihan saham dalm 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Pengambilalihan saham. (Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 jo. Pasal 34 PP No. 27 Tahun 1998.

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. (Pasal 159 UU No. 40 Tahun 2007).



AKUISISI BANK


Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Bank. (Pasal 1 angka 4 PP No. 28 Tahun 1999).

Akuisisi Bank dapat dilakukan atas : inisiatif Bank yang bersangkutan atau permintaan Bank Indonesia atau inisiatif Badan Khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. (Pasal 3 PP No. 28 Tahun 1999).

Akuisisi Bank yang dilakukan atas inisiatif Bank yang bersangkutan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia. (Pasal 4 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1999).

Akuisisi Bank dilakukan dengan memperhatikan : Kepentingan Bank, Kreditor, pemegang saham minoritas, karyawan Bank, dan kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha Bank. (Pasal 5 PP No. 28 Tahun 1999).

Akuisisi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham bagi Bank yang berbentuk Perseroan Terbatas atau rapat sejenis. (Pasal 7 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1999).

Akuisisi dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara pemegang saham yang hadir. (Pasal 7 ayat (2) PP No. 28 tahun 1999).

Bagi Bank yang berbentuk Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan tidak tercapai, syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Pasar Modal. (Pasal 7 ayat (3) PP No.28 Tahun 1999).

Akuisisi Bank dilakukan dengan cara mengambil alih seluruh atau sebagian saham (Pasal 9 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1999).

Pengambilalihan saham Bank baik secara langsung maupun melalui Bursa Efek, yang mengakibatkan kepemilikan saham lebih dari 25 % (dua puluh lima perseratus) mengakibatkan beralihnya pengendalian Bank. (Pasal 9 ayat (2) PP No. 28 Tahun 1999).

Pengambilalihan saham Bank yang mengakibatkan pihak yang mengambilalih menjadi 25 % (dua puluh lima perseratus) atau kurang dari saham Bank, dianggap tidak mengakibatkan beralihnya pengendalian Bank. (Pasal 9 ayat (3) PP No. 28 Tahun 1999).






untuk memperoleh izin Akuisisi wajib dipenuhi persyaratan : telah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dari Bank yang akan diakuisisi atau rapat sejenis, pihak yang akan melakukan Akuisisi tidak tercantum dalam daftar orang yang tercela dibidang Perbankan, dan apabila Akuisisi dilakukan oleh Bank, maka Bank wajib memenuhi ketentuan penyertaan modal oleh Bank yang diatur oleh Bank Indonesia. (Pasal 10 PP No. 28 Tahun 1999).
 


Pihak yang akan mengakuisisi menyampaikan maksud untuk melakukan Akuisisi kepada Direksi Bank yang akan diakuisisi, dan masing-masing pihak menyusun usulan rencana Akuisisi yang telah mendapat persetujuan Komisaris bank sebagai bahan untuk menyusun Rancangan Akuisisi yang disusun bersama. (Pasal 29, Pasal 30 PP No. 28 Tahun 1999).






Sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing Bank, Direksi berkewajiban untuk mengumumkan ringkasan Rancangan Akuisisi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham dalam 2 (dua) surat kabar harian berperedaran luas, dan 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham kepada karyawan Bank secara tertulis. Khusus untuk Bank Perkreditan Rakyat yang asetnya kurang dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah), pengumuman dapat dilakukan dengan cara lain. (Pasal 32 PP No. 28 Tahun 1999).






Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi wajib mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham yang akan diakuisisi dan Pihak yang akan melakukan Akuisisi, yang kemudian dituangkan dalam Akta Akuisisi. (Pasal 33 dan Pasal 34 PP No. 28 tahn 1999).

Akuisisi Bank mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Akuisisi yang dibuat dan ditandatangani setelah adanya izin Akuisisi dari Bank Indonesia. (Pasal 36 PP No. 28 Tahun 1999).






Kreditor dan para pemegang saham minoritas dapat mengajukan keberatan kepada Bank paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana Akuisisi yang telah dituangkan dalam Rancangan. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak diajukan keberatan, maka Kreditor dan pemegang saham minoritas dianggap menyetujui Akuisisi. (Pasal 37 ayat (1) dan (2) PP No. 28 Tahun 1999).






Keberatan Kreditor dan pemegang saham minoritas disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian. Selama penyelesaian belum tercapai, maka Akuisisi tidak dapat dilaksanakan. (Pasal 37 ayat (3) dan (4) PP No. 28 Tahun 1999).






Akuisisi Bank yang dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia dinyatakan tidak sah, dan pihak yang melakukan Akuisisi dilarang melakukan tindakan-tindakan sebagai pemegang saham Bank, seperti hak untuk hadir dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, serta untuk memperoleh deviden. Apabila terdapat pelanggaran terhadap hak tersebut, dikenakan sanksi administratif oleh Bank Indonesia. (Pasal 40 PP No. 28 tahun 1999).




AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. (Pasal 28 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 2 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010).

Praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat terjadi jika Pelaku Usaha yang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain diduga melakukan peerjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan/atau penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 2 ayat (2) PP No. 57 Tahun 2010).





Pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis Pengambilalihan saham perusahaan. (Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 5 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010).

Nilai aset dan/atau nilai penjualan dihitung berdasarkan penjumlahan nilai aset dan/atau nilai penjualan dari Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih, dan Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih. (Pasal 5 ayat (4) PP No. 57 Tahun 2010).






Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis, Pelaku Usaha tersebut dikenakan denda administratif Rp. 1 Milyar rupiah untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi Rp. 25 Milyar rupiah. (Pasal 6 PP No. 57 Tahun 2010).

Kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tidak berlaku bagi Pelaku Usaha yang melakukan Pengambilalihan saham antar perusahaan yang terafiliasi. (Pasal 7 PP No, 57 Tahun 2010).






Pemberitahuan secara tertulis dilakukan dengan cara mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh Komisi, yang wajib ditandatangani oleh Pimpinan atau Pengurus Badan Usaha yang melakukan Pengambilalihan saham perusahaan lain dan dilampiri dokumen pendukung yang berkaitan dengan Pengambilalihan saham perusahaan. (Pasal 8 PP No. 57 Tahun 2010).




















UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS

Ketentuan Umum
Pasal 1 angka 11
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihanya pengendalian atas Perseroan tersebut.

Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 26
Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan berlaku sejak tanggal :
a.        Persetujuan Menteri ;
b.        Kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri ; atau
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan” adalah tanggal setelah tanggal persetujuan Menteri.
c.         Pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan.
Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan” adalah tanggal yang telah disepakati oleh para pihak dan merupakan tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.

Rapat Umum Pemegang Saham

Pasal 89
(1)     RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2)     Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3)     RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar” adalah lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
(4)     Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pengambilalihan

Pasal 125
(1)     Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.
Penjelasannya :
Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
(2)     Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
(3)     Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4)     Dalam hal pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilalihan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
(5)     Dalam hal pengambilalihan dilakukan melaui Direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “pihak yang akan mengambil alih” adalah Perseroan, badan hukum lain yang bukan Perseroan, atau orang perseorangan.
(6)     Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya :
a.      Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih ;
b.      Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih ;
c.       Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih ;
d.      Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham ;
Penjelasannya :
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang diambilalih serta harga wajar saham penukarnya untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham
e.      Jumlah saham yang akan diambil alih ;
f.        Kesiapan pendanaan ;
g.      Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di Indonesia ;
h.      Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i.        Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih ;
j.        Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan ;
k.       Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7)     Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
Penjelasannya :
Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan Pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih.
(8)     Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.


Pasal 126
(1)     Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan :
a.      Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan ;
b.      Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan ;
c.       Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Penjelasannya :
Ketentuan ini menagaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Selanjutnya dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicagah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

(2)     Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
Pemegang saham yang tidak menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga wajar saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d.

(3)     Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.


Pasal 127
(1)     Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2)     Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Penjelasannya :
Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka merasa kepentingannya dirugikan.
(3)     Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rangcangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(4)     Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan rancangan tersebut.
(5)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kreditor tidak mengajukan keberatan, Kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6)     Dalam hal keberatan Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7)     Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.

Pasal 128
(1)     Rancangan Penggabungan, peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
(2)     Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

Pasal 131
(1)     Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2)     Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.

Pasal 132
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

Pasal 133
(1)     Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
(2)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan yang sahamnya diambil alih.
Penjelasannya :
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal :
a.      Persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan ;
b.      Pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar ; dan
c.       Pengesahan Menteri atas akta pendirian Perseroan dalam hal terjadi Peleburan.

Ketentuan Penutup
Pasal 159
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 1998
TENTANG
PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS


Syarat-Syarat Pengambilalihan

Pasal 4 ayat (1)
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan :
a.      Kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan ;
b.      Kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pasal 5
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan juga harus memperhatikan kepentingan Kreditor.
            Penjelasannya :
Kententuan ini merupakan pelaksanaan prinsip hukum perjanjian. Kreditor dalam hal ini adalah Kreditor Perseroan yang akan melakukan Penggabungan atau meleburkan diri atau yang akan mengambilalih dan diambilalih.

Pasal 6
1.        Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
2.        Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
3.        Bagi Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai maka syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.


Tata Cara Pengambilalihan

Pasal 26
1.        Pihak yang akan mengambilalih menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambilalih.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “pihak” dalam hal ini dapat berupa Perseroan, badan hukum lain yang bukan Perseroan atau orang-perorangan.
2.        Direksi Perseroan yang akan diambilalih dan pihak yang akan mengambilalih masing-masing menyusun usulan rencana pengambilalihan.
3.        Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing wajib mendapat persetujuan Komisaris Perseroan yang akan diambilalih dan yang mengambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang mengambilalih.

Pasal 27
Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 merupakan bahan untuk Penyusunan Rancangan Pengambilalihan yang disusun bersama antara Direksi Perseroan yang akan diambilalih dengan pihak yang akan mengambilalih.

Pasal 29
Ringkasan Rancangan Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib diumumkan oleh Direksi dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diberitahukan secara tertulis kepada karyawan Perseroan yang melakukan Pengambilalihan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing Perseroan.

Pasal 30
Rancangan Pengambilalihan wajib mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan yang akan diambilalih dan yang akan mengambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan mengambilalih.
            Penjelasannya :
Lembaga serupa dari badan hukum bukan Perseroan dalam ketentuan ini misalnya : Rapat Anggota dalam Koperasi.

Pasal 31
1.        Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dituangkan dalam akta Pengambilalihan.
2.        Akta Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dihadapan Notaris dalam bahasa Indonesia.


Keberatan terhadap Pengambilalihan Perseroan

Pasal 33
1.        Direksi wajib menyampaikan dengan surat tercatat Rancangan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan kepada seluruh Kreditor paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham.
Penjelasannya :
Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bagi Direksi untuk memberitahu Kreditor lebih awal dengan menyampaikan usulan rencana Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan. Pada saat penyampaian Rancangan tersebut sekaligus pula dicantumkan tanggal pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham.
2.        Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan yang telah dituangkan dalam Rancangan tersebut.
3.        Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Kreditor tidak mengajukan keberatan, maka Kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.
4.        Keberatan Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian.
Penjelasannya :
Pengertian penyelesaian dalam hal ini tidak harus berarti pembayaran kembali piutang seketika, tetapi dapat juga berupa kesepakatan tentang penyelesaian keberatan Kreditor.
5.        Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) belum tercapai, maka Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.


Ketentuan Lain-Lain

Pasal 34
1.        Direksi Perseroan hasil Penggabungan atau Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
2.        Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi dari Perseroan yang memiliki nilai kekayaan tertentu yang melakukan Pengambilalihan.
Penjelasannya :
Pengumuman dalam hal ini dilakukan oleh pihak yang mengambilalih.
3.        Nilai kekayaan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.






















PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 1999
TENTANG
MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK


Umum

Pasal 1 ayat (4)
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Bank.


Syarat-Syarat Akuisisi

Pasal 3
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dapat dilakukan atas :
1.      Inisiatif Bank yang bersamgkutan ; atau
2.      Permintaan Bank Indonesia ; atau
3.      Inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan.

Pasal 4 ayat (1)
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank yang dilakukan atas inisiatif Bank yang bersangkutan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia.

Pasal 5
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank dilakukan dengan memperhatikan :
a.      Kepentingan Bank, Kreditor, pemegang saham minoritas dan karyawan Bank ; dan
Penjelasannya :
Kepentingan Bank dalam hal ini antara lain bahwa Merger, Konsolidasi atau Akuisisi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesehatan dan/atau permodalan Bank.
Kepentingan Kreditor dalam hal ini menyangkut pengembalian dana terhadap Kreditor yang bersangkutan, termasuk pula nasabah penyimpan dsana.
Kepentingan pemegang saham minoritas adalah hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya kepada bank dengan harga yang wajar.
Kepentingan karyawan Bank adalah hak-hak karyawan Bank sesuai dengan ketentuan di bidang ketenagakerjaan.
b.      Kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha Bank.

Pasal 7
(1)     Merger, Konsolidasi dan Akuisisi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham bagi bank yang berbentuk Perseroan Terbatas atau rapat sejenis bagi Bank yang berbentuk hukum lainnya.
(2)     Merger, Konsolidasi dan Akuisisi dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara pemegang saham yang hadir.
(3)     Bagi Bank yang berbentuk Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai, maka syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku di bidang Pasar Modal.

Pasal 9
(1)     Akuisisi Bank dilakukan dengan cara mengambil alih seluruh atau sebagian saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian Bank kepada pihak yang mengakuisisi.
(2)     Pengambilalihan saham Bank baik secara langsung maupun melalui Bursa Efek, yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pemegang saham perorangan atau badan hukum menjadi lebih dari 25 % (dua puluh lima per seratus) dari saham Bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara, dianggap mengakibatkan beralihnya pengendalian Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.
(3)     Pengambilalihan saham Bank yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pihak yang mengambil alih  menjadi 25 % (dua puluh lima per seratus) atau kurang dari saham Bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara dianggap tidak mengakibatkan beralihnya pengendalian Bank, kecuali yang bersangkutan menyatakan kehendaknya untuk mengendalikan atau dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan secara langsung atau tidak langsung mengendalikan Bank tersebut.

Pasal 10
Untuk memperoleh izin Akuisisi wajib dipenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.      Telah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dari Bank yang akan diakuisisi atau rapat sejenis dari Bank yang berbadan hukum bukan Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
b.      Pihak yang akan melakukan Akuisisi tidak tercantum dalam daftar orang yang melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.
c.       Dalam hal Akuisisi dilakukan oleh Bank, maka Bank wajib memenuhi ketentuan penyertaan modal oleh Bank yang diatur oleh Bank Indonesia.

Tata Cara Akuisisi

Pasal 29
(1)     Pihak yang akan mengakuisisi menyampaiakan maksud untuk melakukan Akuisisi kepada Direksi Bank yang akan diakuisisi.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “pihak” dalam hal ini dapat berupa perseroan, badan hukum lain yang bukan perseroan, atau perorangan.
(2)     Direksi Bank yang akan diakuisisi dari pihak yang akan mengakuisisi masing-masing menyusun usulan rencana Akuisisi.
(3)     Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masing-masing wajib mendapat persetujuan Komisaris Bank yang akan diakuisisi dan yang mengakuisisi atau lembaga serupa dari pihak yang mengakuisisi.

Pasal 30
Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 merupakan bahan untuk menyusun Rancangan Akuisisi yang disusun bersama antara Direksi Bank yang akan diakuisisi dengan pihak lain yang akan mengakuisisi.

Pasal 32
(1)     Sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing Bank, Direksi berkewajiban untuk mengumumkan ringkasan Rancangan Akuisisi selambat-lambatnya :
a.      30 (tiga puluh) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham dalam 2 (dua) surat kabar harian berperedaran luas ;
b.      14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham kepada karyawan bank secara tertulis.
(2)     Khusus untuk Bank Perkreditan Rakyat yang asetnya kurang dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah), pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan cara lain.

Pasal 33
Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi wajib mendapatkan persetujuan dari :
a.      Rapat Umum Pemegang Saham bank yang akan diakuisisi ; dan
b.      Pihak yang akan melakukan Akuisisi.

Pasal 34
Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dituangkan dalam Akta Akuisisi.

Pasal 36
(1)     Akuisisi Bank mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Akuisisi.
(2)     Akta Akuisisi dibuat dan ditandatangani setelah adanya izin Akuisisi dari Bank Indonesia.

Keberatan Atas Akuisisi Bank

Pasal 37
(1)   Kreditor dan para pemegang saham minoritas dapat mengajukan keberatan kepada Bank paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana Merger, Konsolidasi dan Akuisisi yang telah dituangkan dalam Rancangan tersebut.
(2)   Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kreditor dan para pemegang saham minoritas tidak mengajukan keberatan, maka Kreditor dan pemegang saham minoritas dianggap menyetujui Merger, Konsolidasai dan Akuisisi.
(3)   Keberatan Kreditor dan pemegang saham minoritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian.



Penjelasannya :
Pengertian penyelesaian dalam hal ini tidak harus berarti pembayaran kembali piutang seketika, tetapi dapat juga berupa kesepakatan tentang penyelesaian keberatan Kreditor dan pemegang saham minoritas.
(4)   Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) belum tercapai, maka Merger, Konsolidasi dan Akuisisi tidak dapat dilaksanakan.

Pasal 40
(1)   Akuisisi Bank yang dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dinyatakan tidak sah, dan pihak yang melakukan Akuisisi dilarang melakukan tindakan-tindakan sebagai pemegang saham Bank.
Penjelasannya :
Nama pihak yang melakukan Akuisisi tanpa terlebih dahulu memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia tidak dapat dicatat dalam daftar pemegang saham Bank.
(2)   Bank yang bersangkutan dan/atau memberikan hak-hak sebagai pemegang saham kepada pihak yang melakukan Akuisisi dimaksud.
Penjelasannya :
Hak-hak sebagai pemegang saham yang dimaksud dalam ayat ini antara lain adalah untuk hadir dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, serta untuk memperoleh deviden.
(3)   Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dikenakan sanksi administratif oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.






















PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 1999
TENTANG
PEMBELIAN SAHAM BANK UMUM


Pasal 3
Jumlah kepemilikan saham Bank oleh Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing yang diperoleh melalui pembelian secara langsung maupun melalui Bursa Efek sebanyak-banyaknya adalah 99 % (sembilan puluh sembilan per seratus) dari jumlah saham Bank yang bersangkutan.

Pasal 4
(1)     Pembelian saham oleh Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing melalui Bursa Efek dapat mencapai 100 % (seratus per seratus) dari jumlah saham Bank yang tercatat di Bursa Efek.
(2)     Bank hanya dapat mencatatkan sahamnya di Bursa Efek sebanyak-banyaknya 99 % (sembilan puluh sembilan per seratus) dari jumlah saham Bank yang bersangkutan.
(3)     Sekurang-kurangnya 1 % (satu per seratus) dari saham Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak dicatatkan di Bursa Efek harus tetap dimiliki Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia.

Pasal 7
(1)     Apabila pihak yang membeli saham Bank tidak memenuhi persyaratan sebagai pemegang saham yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka saham yang dibeli tersebut wajib dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang saham selambat-lambatnya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak pemberitahuan dari Bank Indonesia kepada pembeli saham yang bersangkutan.
(2)     Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pihak yang membeli saham tidak mengalihkan kepemilikan saham tersebut, maka pembeli yang bersangkutan dilarang melakukan tindakan sebagai pemegang saham Bank.
(3)     Bank yang sahamnya dibeli oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilarang melakukan pencatatan atas pembelian saham tersebut dan/atau memberikan hak-hak apapun sebagai pemegang saham kepada pembeli saham dimaksud.
Penjelasannya :
Nama pihak yang telah melakukan pembelian saham Bank namun tidak memenuhi persyaratan sebagai pemegang saham Bank tidak dapat diatur dalam daftar pemegang saham Bank.
Hak-hak sebagai pemegang saham yang dimaksud dalam ayat ini antara lain adalah hak untuk hadir dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan hak untuk memperoleh dividen.
(4)     Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikenakan sanksi administratif oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT


Pasal 28 ayat (2)
Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terhadinya praktek monopoli atau persaiangan usaha tidak sehat.

Pasal 29 ayat (1)
Penggabungan atau Peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penggabungan, Peleburan atau Pengambilalihan tersebut.



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 57 TAHUN 2010
TENTANG
PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


Ketentuan Umum

Pasal 1 angka 3
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pelaku Usaha untuk mengambilalih saham Badan Usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Badan Usaha tersebut.

Pengambilalihan Saham Perusahaan

Pasal 2
(1)     Pelaku usaha dilarang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “perusahaan” adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas.

(2)     Praktik Monopili dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika Badan Usaha hasil Penggabungan, Badan Usaha hasil Peleburan, atau Pelaku Usaha yang melakukan Pengambilalihan saham perusahaan lain diduga melakukan :
a.      Perjanjian yang dilarang ;
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “peerjanjian yang dilarang” dalam ketentuan ini misalnya : praktik oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, praktik oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak luar negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Undang-Undang.
b.      Kegiatan yang dilarang ; dan/atau
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “kegiatan yang dilarang” dalam ketentuan ini misalnya : praktik monopoli, praktik monopsoni, penguasaan pasar, persengkokolan, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang.
c.       Penyalahgunaan posisi dominan.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “posisi dominan” adalah keadaan dimana Pelaku Usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau Pelaku Usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Yang dimaksud dengan “penyalahgunaan posisi dominan” dalam ketentuan ini misalnya : jabatan rangkap, pemilikan saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 27 Undang-Undang.


Pemberitahuan atas Pengambilalihan Saham Perusahaan

Mengenai Nilai Aset atau Nilai Penjualan

Pasal 5
(1)     Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan.
(2)     Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.      Nilai aset sebesar Rp. 2.500.000.000.000,- (dua triliun lima ratus miliar rupiah) ; dan/atau
Penjelasannya :
Dalam hal salah satu pihak yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan memiliki perbedaan antara nilai aset tahun terakhir dengan nilai aset tahun sebelumnya sebesar 30 % atau lebih, maka nilai asetnya dihitung berdasarkan rata-rata nilai aset 3 (tiga) tahun terakhir.
b.      Nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,- (lima triliun rupiah).
Penjelasannya :
Cara perhitungan nilai penjualan sama dengan cara perhitungan nilai aset.
(3)     Bagi Pelaku Usaha di bidang perbankan kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika nilai aset melebihi Rp.20.000.000.000.000,- (dua puluh triliun rupiah).
(4)     Nilai aset dan/atau nilai penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dihitung berdasarkan penjumlahan nilai aset dan/atau nilai penjualan dari :
a.      Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih ; dan
b.      Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “dikendalikan” adalah :
a.      Pemilikan saham atau penguasaan suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) dalam Badan Usaha ; atau
b.      Adanya pemilikan saham atau penguasaan suara kurang dari atau sama dengan 50 % (lima puluh persen) tetapi dapat mempengaruhi dan menentukan kebijakan pengelolaan Badan Usaha dan/atau mempengaruhi dan menentukan pengelolaan Badan Usaha.

Pasal 6
Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3), Pelaku Usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah).

Pasal 7
Kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) tidak berlaku bagi Pelaku Usaha yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham antar perusahaan yang terafiliasi.
            Penjelasannya :
            Yang dimaksud dengan “terafiliasi” adalah :
a.      Hubungan antara perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut ;
b.      Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama ; atau
c.       Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.


Mengenai Tata Cara Penyampaian Pemberitahuan

Pasal 8
(1)     Pemberitahuan secara tertulis sebgaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan cara mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh Komisi.
(2)     Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a.      Nama, alamat, nama pimpinan atau Pengurus Badan Usaha yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham perusahaan lain ;
b.      Ringkasan rencana Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan ; dan
c.       Nilai aset atau nilai hasil penjualan Badan Usaha.
(3)     Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib :
a.      Ditandatangani oleh pimpinan atau pengurus Badan Usaha yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain ; dan
b.      Dilampiri dokumen pendukung yang berkaitan dengan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan.
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” dalam ketentuan ini, misalnya : anggaran dasar perusahaan, profil perusahaan, laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir, rencana Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, atau rencana Pengambilalihan saham.








..........Sekian..........

1 komentar:

  1. terimakasih, cukup bermanfaat. Baca juga ya informasi seputar Ilmu Hukum yang sederhana

    BalasHapus